Tentangsinopsis.com – Sinopsis Trolley Episode 8 part 1, Cara pintas untuk menemukan spoilers lengkapnya ada di tulisan yang ini.Baca juga episode sebelumnya disini
Di kafe, Hye Joo menunggu Ki Young dengan gelisah.
Dia terus meremas tangannya.
Hye Joo lantas ingat masa lalunya.
Flashback…
Hye Joo dan Seung Hee dipanggil Wali Kelas mereka.
Wali Kelas : Jin Seung Hee, kini kembaranmu mahasiswa fakultas hukum UNS. Kau mau bagaimana?
Hye Joo mendengar itu, merasa terganggu. Tapi dia diam saja.
Seung Hee : Bu Guru, aku sudah cukup dibandingkan dengan Seung Ho oleh ibuku.
Seung Hee lalu bertanya, Ki Young mendaftar ke kampus mana.
Seung Hee : Pilihan pertama sampai terakhirnya Universitas Nasional Seoul, ya?
Wali Kelas : Ya.
Seung Hee langsung murung, sudah kuduga dia akan ke Seoul.
Wali Kelas : Mengapa mendadak murung? Kau menyukai Ki Young?
Seung Hee : Tidak. Tidak sama sekali. Tak seorang pun di kelas kami menyukainya. Bukan begitu, Jae Eun-ah?
Jae Eun terpaksa mengiyakan.
Wali Kelas menatap Hye Joo.
Wali Kelas : Aneh. Kau teman sebangku Ki Young, ‘kan?
Hye Joo : Ya.
Wali Kelas : Dia amat lembut dan baik, ‘kan?
Hye Joo yang tak enak pada Seung Hee, mengaku kalau dia kurang tahu…
Seung Hee menjawab kalau Hye Joo dan Ki Young tak pernah mengobrol.
Wali Kelas : Berarti, Seung Hee, kau juga ingin mendaftar ke Universitas Gyeongji, Cheongju, ya?
Hye Joo pun beranjak keluar.
Seung Hee meminta Hye Joo menunggunya.
Tapi begitu keluar, Hye Joo kaget melihat Ki Young. Ki Young mengajak Hye Joo bicara.
Mereka bicara di taman. Ki Young mengakui perasaannya pada Hye Joo. Karena Seung Hee suka sama Ki Young, Hye Joo terpaksa menolak Ki Young. Dia bilang, dia hanya menganggap Ki Young sebagai teman. Hye Joo minta maaf. Ki Young mengerti, namun dia tampak kecewa.
Ki Young datang.
Ki Young : Jae Eun-ah.
Hye Joo tersenyum pada Ki Young, halo.
Ki Young meralat panggilannya tadi.
Ki Young : Maksudku, Kim Hye Joo.
Ki Young membuka pembicaraan.
Ki Young : Kau tinggal di daerah ini?
Hye Joo : Tidak. Aku sengaja mengajak bertemu di daerah lain karena merasa tidak enak.
Ki Young : Begitu? Keputusan yang tepat.
Hye Joo : Meski terlambat, selamat atas pernikahan kalian. Kalian serasi.
Ki Young : Terima kasih. Aku dapat nomormu diam-diam dari ponsel Seung Hee. Tolong jangan beri tahu dia soal pertemuan kita.
Hye Joo : Baik. Tak akan.
Ki Young : Hye Joo-ya, apa kau bersedia minta maaf soal kejadian Seung Ho?
Mendengar itu, Hye Joo pun diam.
Soo Bin lagi menyapu. Yeo Jin pun naik.
Yeo Jin : Kukira kau Hye Joo. Ada apa ini? Tumben kau bersih-bersih. Kalau begitu, tolong sekalian kamar lain.
Soo Bin menolak dan mematikan vacum cleaner.
Yeo Jin jadi kesal, Hye Joo amat memperhatikanmu. Masa begini saja tak mau? Apalagi dia sedang banyak masalah.
Soo Bin : Maka jangan menyuruhku di belakangnya.
Soo Bin meletakkan vacum cleaner ke depan Yeo Jin.
Soo Bin : Bibi saja yang bersihkan kamar utama. Kamar Yoon Seo sudah olehku.
Soo Bin masuk ke kamarnya.
Ternyata alasan Soo Bin menolak membersihkan kamar Hye Joo adalah karena Hye Joo pernah melarangnya masuk kamar tanpa izin.
Hye Joo duduk terdiam di halte. Dia nampak stress dengan masalahnya. Tak lama, dia menerima pesan di ponselnya. Ada sejumlah transfer otomatis, 100 ribu won ke selter wanita dan remaja Sinyang-gu, 60 ribu won ke pusat konseling korban kekerasan seksual, 80 ribu won ke penampungan anak Bunga Matahari dan 200 ribu won ke pusat harapan keluarga korban bunuh diri.
Hye Joo pun menarik napasnya. Sementara bus sudah berhenti di depannya.
Joong Do di ruangannya bersama Woo Jae.
Joong Do : Aku tak menyangka dia mengalami tragedi itu di Youngsan. Aku sedih jika membayangkan apa yang dilalui istriku. Intinya, aku tak berharap mereka akan tutup mulut selamanya. Jadi, kita harus bertindak sebelum terjadi masalah lain, tetapi aku merisaukan masalah Ji Seung Kyu. Pasti repot jika pihak mereka menghubungkan kedua kasus itu.
Joong Do kemudian berpikir, kau tahu apa kelebihan internet? Hanya dengan satu umpan, orang-orang akan menyerbu sendiri.
Woo Jae hanya diam menatap Joong Do.
Hari sudah malam.
Yeo Jin pergi keluar.
Seung Hee tidak bisa tidur.
Lalu Ki Young masuk dan melihat Seung Hee sudah tidur.
Ki Young pun ke kamar mandi. Begitu Ki Young masuk kamar mandi, Seung Hee membuka matanya dan menatap tajam ke arah kamar mandi.
Di kamar mandi, Ki Young memikirkan permintaannya ke Hye Joo tadi.
Flashback…
Ki Young : Apa kau bersedia minta maaf soal kejadian Seung Ho?
Hye Joo makin tersudut.
Ki Young : Aku tidak tahu siapa yang benar antara kau dan Seung Hee soal masalah Seung Ho. Kudengar penyidikan polisi dihentikan akibat kematian Seung Ho. Jadi, aku mengajakmu bertemu untuk menanyakan hal itu. Aku ingin tahu fakta dan kenyataannya. Namun, dari ekspresimu, aku tahu. Kau tidak berbohong. Namun, Hye Joo-ya, apa kau bisa tetap meminta maaf?
Hye Joo : Namun, Ki Young-ah…
Ki Young : Walau tak bersalah, kau pun paham derita ditinggal mati seorang anak. Bukan begitu? Seung Hee kerap merasa resah karena mental Ibu Mertua tidak stabil. Aku merasa hanya permintaan maafmu yang dapat sedikit memperbaiki kondisi Seung Hee dan Ibu Mertua saat ini. Maka itu aku ingin memohon kepadamu. Apa kau bisa meminta maaf?
Hye Joo bingung harus gimana.
Dia tersudut.
Hye Joo melamun di bus.
Hujan turun dengan deras.
Lalu dia mendengar suara seorang wanita yang menyuruh memegang dengan erat.
Hye Joo menoleh. Ternyata wanita itu lagi bicara sama anaknya.
Hye Joo pun langsung berdiri dan menyuruh mereka duduk. Wanita itu berterima kasih.
Wanita itu kemudian bertanya, apa perjalanan Hye Joo masih jauh.
Hye Joo : Tidak, aku turun di SD Jicheong.
Tak lama, bus berhenti dan Hye Joo langsung turun.
Joong Do juga masih di perjalanan.
Tak lama, mobilnya berhenti di tepi jalan. Joong Do turun dari mobil dan beranjak pergi sambil memayungi dirinya.
Hye Joo berusaha kuat memegang payungnya.
Angin berhembus cukup kencang.
Tak lama, dia melihat Soo Bin yang kesulitan mengendalikan payung karena terpaan angin.
Hye Joo pun langsung mendekati Soo Bin. Payung Soo Bin jatuh.
Hye Joo menyuruh Soo Bin memegang payungnya. Setelah itu, dia melepas jaketnya dan memakaikan jaketnya ke Soo Bin. Hye Joo juga memarahi Soo Bin karena keluar rumah saat hujan lagi deras begitu.
Hye Joo : Kita masuk dahulu.
Soo Bin : Karena hujan.
Hye Joo : Apa?
Soo Bin : Aku kemari karena hujan lebat.
Hye Joo pun terdiam mendengar kata2 Soo Bin.
Kita diperlihatkan flashback
Ternyata Soo Bin tadinya udah tidur, tapi dia terbangun karena bunyi hujan. Matanya tak bisa tidur lagi. Dia melihat hujan turun sangat lebat dan teringat kata2 Hye Joo.
Hye Joo pernah bilang, kalau dia biasa datang ke toko untuk memeriksa semuanya jika hujan turun dengan lebat.
Flashback end…
Ternyata itulah alasan Soo Bin sekarang berdiri di depan gedung toko Hye Joo.
Soo Bin : Katamu kau biasa kemari untuk memeriksa langsung saat hujan lebat. Kukira kau ada di sini karena belum pulang saat hujan lebat. Lalu aku kemari untuk memastikan, tetapi ternyata lampunya mati. Jadi, tadi aku masuk ke dalam untuk memeriksa pengawal lembapnya.
Hye Joo mau marah, kau…
Soo Bin : Kau memang sudah melarangku masuk ruanganmu tanpa izin, tetapi aku segan menelepon untuk minta izin karena kau kerap tersinggung gara-gara sikapku yang kurang ajar. Makanya, aku masuk tanpa minta izin. Maaf. Aku tak akan mengulanginya lagi.
Hye Joo pun memeluk Soo Bin. Tangisnya keluar.
Hye Joo : Jangan begitu. Jangan mengulanginya. Berjanjilah kau tak akan mengulanginya.
Soo Bin : Baik. Aku tak akan mengulanginya. Aku tak akan masuk tanpa izin…
Hye Joo : Aku tidak ingin ada yang terluka lagi karenaku. Jangan terluka, Soo Bin-ah. Jangan sampai kau dan bayimu terluka.
Mendengar itu, Soo Bin langsung berkaca-kaca.
Dia pun ingat saat ke klinik Ji Soo. Ji Soo bilang, detak jantung janin Soo Bin sudah berhenti.
Itu keguguran tanpa gejala.
Flashback end…
Soo Bin menahan tangisnya.
Hye Joo : Jadi, jangan berhujan-hujan lagi demi aku. Kau mengerti?
Kamera CCTV merekam mereka.
Yeo Jin gelap-gelapan di restonya.
Dari wajahnya tersirat dia ada masalah.
Seseorang kemudian masuk.
Yeo Jin menoleh. Orang itu menghidupan lampu. Ternyata Woo Jae.
Joong Do dan Ketum Woo bertemu di restoran private.
Ketum Woo : Amendemen hukum pidana yang membuat hak penuntutan jaksa tidak gugur dan penyidikan tetap berlanjut meski tersangka tewas? Kau pasti tahu hal itu bertentangan dengan teori hukum, ‘kan?
Joong Do : Ya. Melanjutkan penyidikan meski penerima hukuman sudah meninggal bertentangan dengan sistem hukum pidana dan perdata. Namun, komentar bertentangan dengan teori hukum hanya dipahami oleh kita yang belajar hukum. Hukum di mata masyarakat berbeda.
Ketum Woo : Hukum di mata masyarakat dan legislasi itu dua perkara berbeda. Kau pasti paham pula soal itu. Ketika bertugas sebagai hakim, aku pun sering melihat para korban kekerasan seksual yang mengalami penderitaan sekunder karena pelaku bunuh diri. Namun, hukum tetaplah hukum. Amendemen ini bukan sulit disetujui di rapat paripurna, melainkan mustahil. Walau kau berhasil menggerakkan opini publik dan menjadikannya kekuatan, amendemen itu hanya akan jadi perdebatan.
Joong Do : Aku tak keberatan sebab ketertarikan masyarakat dari perdebatan itu bisa menjadi kekuatan untuk mengubah kemustahilan tadi. Saat kau menawarkanku menjadi kandidat perwakilan berimbang delapan tahun lalu, kau bilang opini publik dan partai itu adalah segalanya dalam politik, bukan? Aku berjanji akan membentuk opini publik itu, jadi, kumohon dukungan partai terhadap amendemen ini di bawah pimpinanmu.
Ketum Woo terdiam melihat keseriusan di wajah Joong Do.
Yeo Jin minum dengan Woo Jae.
Woo Jae : Kau pasti pusing mengurus banyak hal karena masalah Ji Hoon.
Yeo Jin : Hye Joo yang lebih pusing daripada aku. Namun, syukurlah dia sudah lebih kuat sekarang. Omong-omong, kau masih sama persis seperti dahulu, saat kita pertama kali bertemu.
Kita diperlihatkan flashback, beberapa tahun lalu.
Woo Jae masih menjadi reporter. Dia menemui Yeo Jin di sebuah kafe.
Woo Jae memberikan kartu namanya, sebagai reporter YBS. Setelah itu, dia berjanji akan berupaya maksimal mendampingi Joong Do.
Woo Jae lantas menunjukkan artikel, tentang seorang Kepala Keluarga yang mencoba bunuh diri usai membunuh keluarga, serta foto Yeo Jin yang memegang papan demo bertuliskan hukuman berat bagi pembunuh anak. Ada dua foto bayi Yeo Jin di papan demo itu.
Flashback end…
Yeo Jin : Aku tak bisa melupakan usahamu untuk memberitakan kasusku sebanyak-banyaknya waktu mengajukan pengaduan konstitusional. Terima kasih banyak.
Woo Jae : Tak perlu berterima kasih sebab akhirnya pengaduan itu ditolak. Kita tidak bisa mengubah apa pun. Maaf.
Yeo Jin : Tidak apa-apa. Lagi pula, kita sudah tahu dari awal kalau akan kalah. Kendati begitu, aku bisa bertahan kala itu karena sadar bahwa banyak orang yang mendukungku. Kau tidak menyesal berhenti jadi wartawan dan bekerja di Majelis Nasional?
Woo Jae : Tentu aku menyesal sebab wartawan itu jabatan tetap, tetapi ini temporer. Aku bisa dipecat kapan pun berdasarkan keputusan Pak Nam.
Yeo Jin : Kau boleh bekerja di sini kalau dipecat.
Woo Jae : Baiklah. Nanti kupertimbangkan.
Mereka berdua tertawa.
Woo Jae : Padahal aku jadi wartawan karena ingin mengubah dunia. Lalu aku bertemu Pak Nam saat meliput di awal-awal bekerja. Selama memperhatikannya dari dekat saat kasus Chae Eun berlangsung, aku merasa sanggup menggantungkan hidupku kepadanya. Maka itu, aku berani mengundurkan diri tanpa pikir panjang saat ditawarkan posisi ini 7,5 tahun lalu, kala dia baru masuk Majelis Nasional. Jadi, kuharap pemilu kali ini pun lancar dan dia bisa lebih maju.
Mendengar itu, wajah Yeo Jin seketika tegang.
Yeo Jin lantas ingin mengatakan sesuatu.
Yeo Jin : Begini, Pak Woo Jae…
Woo Jae : Mempertaruhkan hidupku pada Pak Nam adalah keputusan terbaik kala itu dan akan kubuat menjadi keputusan terbaikku.
Yeo Jin makin tegang.
Woo Jae lalu tanya, apa yang ingin Yeo Jin katakan.
Yeo Jin diam.
Woo Jae : Katakanlah. Apa ini tentang Pak Nam?
Yeo Jin : Bukan. Ini bukan perkara serius.
Woo Jae : Baik.
Hye Joo lagi menyiapkan air hangat.
Setela itu, dia menyuruh Soo Bin yang berdiri di depan pintu untuk masuk.
Hye Joo lalu mendekati Soo Bin. Dia membawa Soo Bin masuk.
Hye Joo : Bak cuma ada di sini. Suamiku pulang larut malam. Kau tenang saja. Hangatkan tubuhmu di sini dan mandilah dengan santai.
Hye Joo beranjak keluar.
Hye Joo mau turun tapi dia mampir sebentar ke kamar Yoon Seo.
Yoon Seo lagi belajar.
Hye Joo : Kau belum tidur?
Yoon Seo : Ya, baru mau tidur.
Hye Joo memeluk Yoon Seo.
Yoon Seo heran, ada apa? Mengapa tiba-tiba begini?
Hye Joo : Ternyata putri ibu sudah besar.
Hye Joo melepas pelukannya dan melihat Yoon Seo lagi apa.
Hye Joo : Kau sedang mengerjakan PR?
Yoon Seo : Ya. Ibu. Ibu pernah dengar Dilema Troli?
Hye Joo : Dilema Troli?
Yoon Seo : Ya. Dilema Troli itu begini. Ini troli. Remnya rusak, jadi, jika terus berjalan, akan membunuh lima orang. Namun, jika ganti jalurnya, maka berubah arah dan hanya membunuh satu orang. Apa yang akan ibu lakukan?
Hye Joo : Entahlah. Pertanyaannya sulit juga.
Yoon Seo : Tidak, ini tak begitu sulit. Lihat. Ini satu lawan lima. Jelas arah relnya harus diubah. Namun, Da Som bertanya padaku bagaimana jika seorang itu adalah orang yang dicintai, orang yang aku sayangi. Jadi, ibaratnya orang ini adalah ibu atau ayah.
Hye Joo : Lalu kau mau bagaimana?
Yoon Seo : Masa bodoh. Aku kabur saja. Seseorang pasti akan menggantikanku untuk mengambil keputusan.
Hye Joo tertawa mendengarnya.
Hye Joo lalu melihat kartu nama Joong Do di papan Yoon Seo.
Hye Joo : Mengapa kau tempel kartu nama ayah di sana?
Yoon Seo : Bukan apa-apa.
Hye Joo : Karena kau sayang ayah?
Yoon Seo : Ya.
Yoon Seo memeluk ibunya.
Yoon Seo : Ibu, ayo kita tidur bersama hari ini. Kita sudah lama tidak tidur bersama sambil berpelukan erat.
Hye Joo : Ya, aku mau.
Kamera menyorot foto Yoon Seo saat masih bayi.
Joong Do duduk di tepi lapangan.
Di belakangnya, ada pasangan ayah-anak lagi main basket.
Joong Do berkaca2 melihat mereka.
Lalu dia menatap ke arah Sungai Han di depannya, tempat jasad Ji Hoon ditemukan.
Paginya, Hye Joo mampir ke kamar Soo Bin.
Soo Bin membuka pintu. Berbeda sekali dari biasanya. Wajah mereka tampak cerah satu sama lain.
Hye Joo : Kau sudah bangun? Kau baik-baik saja?
Soo Bin : Ya.
Hye Joo : Selamat pagi. Tidurmu nyenyak?
Soo Bin : Pagi. Kau bagaimana?
Hye Joo : Begini, aku mau keluar sebentar, lalu pergi bekerja. Bila tak keberatan, mau bertemu di tempat kerjaku? Kita makan siang yang enak di luar.
Soo Bin : Aku janji makan siang dengan temanku.
Hye Joo : Ternyata begitu.
Soo Bin : Bukan laki-laki.
Hye Joo : Apa?
Soo Bin : Aku bukan punya janji dengan laki-laki.
Hye Joo : Baiklah. Kalau begitu, hati-hati di jalan. Aku juga pamit.
Hye Joo mau berbalik, tapi Soo Bin bilang dia akan datang.
Soo Bin : Aku bisa ke tempatmu sebelum menemuinya. Lagi pula, aku senggang. Kita bertemu pukul berapa di sana?
Hye Joo senang mendengarnya.
Hye Joo mengantarkan Nyonya Jo pulang. Ya, Nyonya Jo sudah keluar dari rumah sakit.
Nyonya Jo merasa tak enak. Dia bilang, Hye Joo sudah datang pagi2 untuk menjemputnya serta membayar biaya RS.
Nyonya Jo : Entah bagaimana aku harus membalas budi.
Hye Joo : Jangan sungkan. Kau tak usah balas budi. Kau istirahat saja dan fokus ke pemulihan.
Nyonya Jo : Baik.
Keluar dari kios minyak Nyonya Jo, Hye Joo menghubungi Soo Bin.
Hye Joo : Halo, Soo Bin-ah. Maaf aku terlambat. Aku akan tiba dalam 15 menit. Kau sudah tiba? Kalau begitu, masuk dan tunggu di dalam saja. Ya.
Usai menelpon, Hye Joo menandai kontak Soo Bin sebagai kontak favoritnya. Dia pun tersenyum.
Soo Bin masuk. Sesuatu menarik perhatian Soo Bin. Dia mendekat.
Ternyata surat Ji Hoon lah yang menarik perhatiannya.
Di bagian depan tertulis, “Aku sayang ayah dan ibu, dari Nam Ji Hoon”.
Anggota Dewan Kang lagi main golf.
Ponselnya mendadak bunyi. Telepon dari Nyonya Lee.
Anggota Dewan Kang : Ada apa menelepon pagi-pagi? Begitu? Yoo Sin-ah, aku juga tidak senang menjadi sasaran Nam Joong Do tetapi sudah kubilang kalau orang pasti lupa seiring berjalannya waktu. Sudah dahulu, ya. Aku harus pergi untuk agenda berikutnya.
Anggota Dewan Kang memutus panggilan Nyonya Lee.
Lalu dia menggerutu, sial! Dia pikir aku tak sibuk?
Lalu dia tanya ke ajudannya kenapa belum ada kabar juga.
Anggota Dewan Kang : Apa kerja teman-teman lamamu sekarang?
Ajudannya minta maaf.
Anggota Dewan Kang : Anaknya yang tewas itu… Coba kau korek dia. Anak yang beli sabu-sabu pasti berbuat macam-macam pula.
Nyonya Lee yang duduk bersama Seung Hee pun kesal karena diabaikan Anggota Dewan Kang. Seung Hee meminta ibunya untuk menjual saja tanah itu.
Nyonya Lee : Kau pikir ibu gila?
Ki Young keluar.
Nyonya Lee : Apa kau menemui anggota parlemen bernama Nam siapa itu?
Ki Young pun menatap Seung Hee.
Nyonya Lee : Tidak, ‘kan? Mengapa kerjamu tidak becus? Ada apa denganmu?
Kesal, Seung Hee membawa Ki Young keluar.
Ki Young menuju mobilnya. Tapi sebelum masuk dia mau bicara. Lah Seung Hee menghindar lagi dengan mengalihkan topic pembicaraan.
Seung Hee : Maaf. Ibu sedang kesal setelah bicara dengan Paman di telepon. Tolong maafkan ibu.
Ki Young : Begini, Seung Hee-ya. Ibumu bersikap begitu karena masalah tanah. Jadi, lebih baik jangan usik Jae Eun sementara ini. Itu berkaitan dengan suami Jae Eun.
Seung Hee : Masalah Seung Ho itu amat berarti bagi ibu.
Ki Young : Nama baik Seung Ho pun akan rusak bila salah terekspos. Katamu itu alasan ibu tak mau lapor dengan tuduhan fitnah.
Seung Hee : Tetap saja…
Ki Young : Ibu mertua pasti kian stres bila masalah Seung Ho dan tanah mencuat bersamaan. Jadi, lebih baik jangan usik Jae Eun dahulu atas masalah Seung Ho setidaknya sampai Paman membereskan masalah tanah. Suami Jae Eun bukan orang biasa.
Seung Hee pun terpaksa mengiyakan.
Hye Joo tengah bekerja. Dia memfoto buku yang akan dia perbaiki.
Soo Bin : Mengapa kau bersusah payah memfotonya? Bukankah untuk dokumentasi saja?
Hye Joo : Memang itu salah satu alasan, tetapi aku merasa ada rasa kasih dan cinta sang pemilik di buku rusak sebelum dikonservasi. Bila tak merasa begitu mereka pasti akan membuang buku ini dan tidak minta dikonservasi. Jadi, aku memfoto buku-buku ini untuk mengabadikan perasaan itu dalam bentuk foto untuk diberikan bersama nantinya. Makanya, aku memfotonya dengan sungguh-sungguh.
Soo Bin mengangguk-angguk.
Tapi Soo Bin kemudian terus menatap Hye Joo.
Soo Bin lalu bilang kalau dia juga mau difoto.
Hye Joo terdiam menatap Soo Bin.
Hye Joo bersiap memfoto Soo Bin. Tapi Soo Bin kemudian bertanya, dia harus senyum atau gak. Hye Joo tersenyum, lalu berkata terserah Soo Bin saja.
Hye Joo memfoto Soo Bin.
Sekarang, Hye Joo lagi memindahkan foto-foto konservasi buku dari kamera ke komputernya.
Lalu dia menemukan ada foto2 Ji Hoon di sana.
Hye Joo terdiam.
Tak lama, dia menatap Soo Bin.
Hye Joo : Soo Bin-ah, apa kau punya foto Ji Hoon?
Soo Bin : Foto Ji Hoon?
Hye Joo : Ya. Aku baru ingat. Pasti tidak ada karena ponselmu hilang.
Soo Bin : Benar, tidak ada. Memangnya mengapa?
Hye Joo : Tidak apa. Aku merasa hanya punya sedikit foto Ji Hoon. Mungkin saja kau punya. Omong-omong, apa teman yang akan kau temui nanti teman Ji Hoon juga?
Soo Bin : Bukan.
Hye Joo : Kalau begitu, bisa tolong tanya teman lain bila kau bertemu? Siapa tahu mereka punya foto Ji Hoon.
Soo Bin : Baik, nanti kutanyakan.
Hye Joo : Terima kasih.
Hye Joo kembali menatap layar laptopnya.
Soo Bin lalu tanya kenapa tak bertanya.
Soo Bin : Soal apa aku akan melahirkan anak ini atau tidak.
Hye Joo pun kembali menatap Soo Bin.
Hye Joo : Bolehkah aku bertanya?
Soo Bin : Kau ingin aku bagaimana?
Hye Joo : Aku ibu Ji Hoon. Bohong kalau aku bilang tidak mau melihat anak Ji Hoon. Namun, menurutku, ada situasi dan kondisi masing-masing yang lebih penting daripada itu, dan semua orang pasti berusaha memutuskan yang terbaik. Apa pun keputusanmu, kuharap itu keputusan terbaik bagi dirimu. Sungguh.
Mendengar itu, Soo Bin tiba2 berdiri.
Soo Bin : Aku harus pergi menemui temanku. Aku pamit.
Soo Bin pun buru2 pergi.
Hye Joo mau mencetak foto2 konservasi bukunya.
Tapi kemudian, dia memutuskan mencetak foto Ji Hoon juga.
Tiba2, dia teringat permintaan Ki Young.
Ki Young : Kau pun paham derita ditinggal mati seorang anak. Bukan begitu? Maka itu, aku ingin memohon kepadamu. Apa kau bisa meminta maaf?
Hye Joo terdiam.
Bersambung ke part 2…