Tentangsinopsis.com – Sinopsis Start Up Episode 4 Part 1, Silahkan simak Episode sebelumnya cek di sini. Dan juga bisa baca daftarnya pada tulisan yang ini.
Orang-orang menuliskan pesan harapan mereka, lalu menggantungnya di tempat yang sudah disediakan.
Dal Mi menulis, kalau dia mau naik ke atas dengan lift.
Setelah menggantung pesan harapannya, Dal Mi beranjak pergi tanpa melihat ada In Jae di belakangnya.
In Jae sendiri sedang menulis harapannya. Lalu dia pergi menggantungnya.
In Jae menulis kalau dia tak mau menjadi permen karet bekas.
Terdengar narasi Do San.
Do San : Meskipun kau pikir kodemu sudah rampung ¦satu hal saja bisa menciptakan kekutu dan merusak programmu.
In Jae pergi, tapi dia sempat bertabrakan dengan Do San. In Jae tak ingat Do San, makanya dia pergi begitu saja sesudah Do San menabraknya.
Do San menulis, dia ingin membuat salah paham menjadi kenyataan.
Narasi Do San berlanjut.
Do San : Ada satu kondisi khusus. Jika Sand Box adalah mimpi semua orang….
Di tempat masing-masing, Dal Mi, In Jae dan Trio San mulai mendaftarkan diri mereka secara online untuk menjadi anggota Sand Box.
In Jae dan Dal Mi di rumah mereka masing2.
Trio San di Samsan Tech.
Narasi Do San masih berlanjut.
Do San : Aku mengabaikan satu syarat itu, dan hasilnya…
Sekarang, Do San di hadapkan pada satu pilihan.
Di Sand Box, In Jae menyuruh Do San memilih. Dia atau Dal Mi.
Do San terdiam. Dia bingung dan bahkan tak berani menatap Dal Mi.
In Jae dan Dal Mi menunggu jawaban Do San.
Dal Mi : Do San-ah.
Do San menatap Dal Mi.
Narasi Do San terdengar lagi.
Do San : Ada kekutu dan aku terdiam.
-Ep 4, Sand Box-
Dal Mi ketiduran di kursinya saat tengah mengerjakan sesuatu.
Halmeoni masuk, membawa baju-baju Dal Mi yang sudah dilipatnya. Halmeoni melihat Dal Mi ketiduran di kursi.
Halmeoni membangunkan Dal Mi.
Halmeoni : Dal Mi-ya, lap liurmu dan pindahlah ke kasur.
Dal Mi langsung bangun dan bilang kalau dia punya ide bisnis.
Dal Mi : Restoran yang tak butuh modal banyak. Restoran yang hanya punya dapur.
Halmeoni : Restoran butuh lebih dari sekadar dapur.
Halmeoni lantas memberikan baju-baju Dal Mi dan duduk di kasur sambil tanya, para tamu mau duduk dimana kalau hanya ada dapur.
Dal Mi bilang tak perlu ada sambil memasukkan bajunya ke lemari.
Dal Mi : Hanya untuk pesan antar. Tak perlu dekorasi tempat, tak perlu meja dan kursi. Hanya perlu dapur. Jadi, modalnya sedikit.
Dal Mi mengambil catatannya. Dia bilang gagal pun tak masalah.
Halmeoni langsung teringat putranya.
Saat itu, Pak Seo minta pendapat halmeoni yang lagi sibuk menyiapkan makanan.
Sementara Dal Mi duduk di belakang Pak Seo, melihat beberapa selebaran.
Pak Seo : Semua selebaran dalam satu situs web. Jadi, kita tak perlu selebaran lagi. Jika masuk ke situs web, kau bisa lihat semua makanan pesan antar berdasarkan jenis.
Dal Mi memberi saran.
Dal Mi : Ayah! Bagaimana jika dibuat sistem penilaian juga? Ada lima nilai berbeda.
Halmeoni dan Pak Seo setuju.
Pak Seo langsung melakukan saran Dal Mi.
Halmeoni tersenyum melihat semangat Pak Seo.
Tapi usaha Pak Seo gagal. Halmeoni hanya bisa terdiam sedih menatap raut wajah Pak Seo.
Dal Mi hampir menangis.
Dal Mi : Ayah, bagaimana ini?
Pak Seo memeluk Dal Mi dan coba menenangkan Dal Mi. Dia bilang itu bukan masalah besar dan tidak apa-apa.
Sekarang, halmeoni terdiam menatap Dal Mi yang sedang menjelaskan idenya.
Dal Mi : Jadi, seperti mengaplikasikan kantor bersama, tapi untuk restoran.
Halmeoni menghela nafas dan memalingkan wajahnya.
Dal Mi pikir, idenya tak bagus. Dia mencari ide lain.
Dal Mi : Kalau mobil tanpa kunci? Jadi, aplikasikan biometrik di mobil juga. Jika bisa buka dengan sidik jari, kau tak perlu bawa kunci ke mana-mana.
Tapi Dal Mi berpikir lagi dan merasa idenya yang kedua juga gak bagus.
Dal Mi : Sepertinya lebih baik dengan pengenalan wajah. Susah lepas sarung tangan waktu cuaca dingin.
Halmeoni : Dal Mi-ya, berbisnis itu hal sulit. Kau tahu, kan?
Dal Mi : Tentu saja aku tahu. Tapi sekarang tak sesulit dulu. Bahkan anak SMA bisa membuat bisnis. Aku juga punya jalan.
Halmeoni : Jalan apa?
Dal Mi bilang rahasia dan kembali duduk di kursinya.
Dal Mi : Akan kuberi tahu jika sudah lolos.
Halmeoni sewot dan minta Dal Mi bilang sekarang.
Dal Mi tak mau.
Dal Mi : Akan memalukan jika gugur.
Halmeoni pusing.
Halmeoni : Astaga, ini sudah nasibku.
Sang Su masuk ke ruang rapat dan mengucapkan selamat pagi pada tiga karyawannya yang sudah berada disana.
Sang Su nanyain yang lainnya.
Sang Su : Astaga. Aku tak suka jam kerja fleksibel. Menurutku, itu ide bodoh. Kalian harus tepat waktu saat rapat, dan cepat telepon pegawai yang belum datang.
Salah satu pegawainya menyerahkan surat pengunduran diri 4 pegawai lain.
4 pegawai yang mengundurkan diri, ternyata ada di rumah In Jae.
In Jae : Kalian sudah percaya dan mengikutiku, tapi maaf. Aku masih belum bisa janjikan gaji kalian. Dan belum bisa punya kantor.
Isu : Bagus. Aku merasa seperti kembali ke masa lalu.
Dae Myung : Mana ada kantor dengan Jacuzzi begini?
Nyonya Cha tiba-tiba lewat sambil teleponan.
Nyonya Cha : Minyaknya juga harum. Keriput dan noda hitam bisa langsung hilang.
In Jae menyahut.
“Itu karena matamu tua. Bukan hilang, hanya tak terlihat.”
Nyonya Cha langsung menatap In Jae.
Nyonya Cha : In Jae-ya, kau…
Nyonya Cha berhenti bicara saat melihat para pegawai In Jae.
Nyonya Cha : Kenapa mereka di sini?
In Jae : Pakai kaca pembesar jika noda hitam tak terlihat. Tidak. Haruskah dibiarkan karena itu berkah?
Nyonya Cha mendekati In Jae. Dia protes karena In Jae membuat kamar hotelnya menjadi kantor. Jadi ternyata In Jae ada di hotel, bukan di rumahnya.
In Jae minta ibunya bersabar sampai ia masuk Sand Box.
In Jae : Jika masuk sana, kantornya gratis, dan kalian bisa digaji meskipun tak besar.
Nyonya Cha minta maaf karena mengganggu rapat mereka, lalu mengajak In Jae bicara.
Nyonya Cha minta penjelasan kenapa In Jae mau masuk Sand Box.
Nyonya Cha : Bukankah itu tempat untuk orang yang tak punya uang atau koneksi?
In Jae : Aku butuh itu. Aku butuh citra itu, orang yang berhasil tanpa uang dan relasi.
Nyonya Cha : Kenapa begitu? Kau punya uang dan relasi. Aku belum bercerai.
In Jae : Karena itu ibu hidup begini? Karena mau beri aku uang dan relasi?
Nyonya Cha : Kau berterima kasih karena sudah membuatmu menjadi anak konglomerat.
In Jae : Aku berterima kasih. Usahaku tak dilihat karena memulai sebagai anak konglomerat. Ibu pun tak mengakuiku. Berkatmu, aku sadar itu semua.
Nyonya Cha : Hei, kau! Kau pikir mudah mulai bisnis tanpa pendanaan awal? Apa kau mau buat aku khawatir?
In Jae : Khawatir? Mengapa aku merasa begini kesal karena kau mengkhawatirkanku? Kau mengkhawatirkanku, tapi mendukungnya?
Nyonya Cha teringat saat dia menyemangati Dal Mi sesudah pesta relasi.
Nyonya Cha menurunkan nada bicaranya.
Nyonya Cha : In Jae-ya, aku…
In Jae : Jika kau benar mengakuiku, jangan khawatirkan aku, tapi dukung aku.
Nyonya Cha terdiam mendengar permintaan In Jae.
In Jae lantas bergegas pergi.
Dal Mi di toko buku.
Di rak, terpajang buku-buku Sand Box yang ditulis Bu Yoon.
Dal Mi mau mengambil buku tanya jawab Sand Box yang tinggal satu di rak. Tapi tiba-tiba, ada seseorang yang mau mengambil buku yang sama juga.
Dal Mi menoleh, menatap orang itu. Seorang wanita dengan tubuhnya yang tinggi menjulang.
Dal Mi bilang, dia yang mengambil bukunya terlebih dulu.
Wanita itu juga bilang kalau dia yang mengambil duluan.
Dal Mi pun tanya, kenapa seorang pengacara seperti wanita itu mau mendaftar ke Sand Box.
Wanita itu bilang pengacara hanya hobinya. Pekerjaannya yang sebenarnya adalah desainer.
Wanita itu lalu tanya alasan Dal Mi mendaftar ke Sand Box.
Dal Mi bilang itu karena dia tak punya relasi, pendidikan tinggi dan uang.
“Siapa namamu?”
“Seo Dal Mi. Kenapa?”
“Mau kuhindari. Tak akan baik terlibat denganmu.”
“Lalu, siapa namamu?”
“Jung Sa Ha. Kenapa?
“Aku mau terlibat denganmu karena kualifikasimu hebat.”
“Kau mau terlibat denganku, tapi tak mau mengalah?”
Dal Mi tak mau ngalah. Dia tak mau ngasih bukunya ke Sa Ha. Dal Mi terus menahan bukunya agar tak diambil Sa Ha. Tapi tiba-tiba, Dal Mi menatap ke arah lain dan mengalah.
Dal Mi : Aku akan berikan 1.000 won. Jadi, berikan buku ini kepadaku.
Sa Ha tak mau kalah. Dia bilang akan beri 5.000 won.
Dal Mi mengalah. Dia ngambil uang Sa Ha dan pergi.
Sa Ha heran dan bertanya-tanya kenapa mudah sekali Dal Mi menyerah.
Dal Mi lalu mengambil buku tanya jawab Sand Box di rak lain. Sambil berjalan pergi, dia nunjukin buku itu ke Sa Ha.
Sa Ha baru sadar dia kena kibul Dal Mi.
Seorang pelayan datang, membawa banyak buku tanya jawab Sand Box.
Trio San juga di toko buku. Ternyata itu toko buku yang kesekian kali mereka datangi.
Mereka lalu melihat seorang wanita memegang buku tanya jawab Sand Box sedang mengantri di kasir.
Chul San : Permisi, kau dapat buku ini dari mana?
Wanita itu Sa Ha. Sa Ha bilang di rak usaha rintisan.
Trio San mau kesana tapi Sa Ha bilang itu stok buku terakhir.
Trio San lelah. Chul San bilang mereka sudah keliling banyak toko buku hari itu.
Sa Ha tanya, sudah berapa kali. Chul San bilang enam kali.
Sa Ha ngasih saran.
“Beri aku 10 ribu won dan buku ini jadi milik kalian sayang.” ucap Sa Ha.
Sa Ha pun berhasil mendapatkan 10 ribu won.
Trio San jalan-jalan keliling toko buku.
Do San serius membaca buku tanya jawab Sand Box.
Sementara Yong San dan Chul San sibuk ngebicarain Sa Ha.
Chul San : Menurutmu apa artinya jika wanita memanggilmu sayang?
Yong San : Apa maksudmu?
Chul San : Wanita tadi. Dia memberi kita buku ini dan memanggil kita sayang. Apa itu lampu hijau?
Yong San : Lampu hijau?
Mereka heboh sendiri. Yong San minta pendapat Do San.
Yong San : Lampu hijau kan Do San-ah?
Dal Mi yang kebetulan lewat, mendengar nama Do San disebut-sebut dia kaget dan langsung menoleh.
Do San dan Dal Mi pun kaget mereka ketemu di toko buku.
Trio San dan Dal Mi sama-sama ngumpet dibalik rak.
Di balik rak, Yong San dan Chul San bantuin Do San dandan.
Dal Mi juga dandan. Dia sibuk nguncir rambutnya dan makai lipstick.
Setelah ngerasa style nya sama2 oke, mereka kembali berdiri.
Dal Mi beralasan, kalau tadi anting2nya jatuh jadi dia mencarinya.
Do San : Aku juga. Bukan, maksudku…
Dal Mi : Halo. Kenapa disini?
Do San : Ada buku yang mau kubeli. San…
Yong San : Sand Fransisco, tentang Sillicon Valley. Buku itu.
Chul San : Perusahaan kami sedang menuju global.
Dal Mi : Sudah global. Kalian hebat.
Do San : Tidak, kami tak sehebat itu.
Chul San : Dia rendah hati.
Chul San ketawa.
Sekarang, Do San dan Dal Mi berdiri di halte.
Chul San dan Yong San duduk di belakang mereka.
Dal Mi : Dimana mobilmu?
Do San : Mobil? Kemarin aku menginap di rumah Chul San. Gang rumahnya sempit. Jadi, tak bawa mobil. Karena itu juga bajuku begini.
Chul San kesal dikatain begitu.
Dal Mi bilang, baju Do San terlihat santai dan bagus.
Dal Mi : Biasanya kau terlalu sempurna. Sangat membebaniku.
Do San : Aku tak sempurna.
Dal Mi : Kau ada rencana besok?
Do San : Besok? Tak ada.
Dal Mi : Benarkah?
Do San : Ya.
Dal Mi : Besok kau ulang tahun. Tak ada janji?
Do San bingung, ulang tahunku?
Dal Mi : Ya.
Yong San dan Chul San saling berbisik. Yong San bilang ulang tahun Do San masih lama. Chul San tahu besok ulang tahun Ji Pyeong karena Ji Pyeong pemilik surat itu.
Do San : Ternyata besok ulang tahunku. Aku lupa.
Dal Mi : Kau ingat permintaan yang kau tulis di surat?
Do San : Permintaan? Tentu saja aku ingat.
Dal Mi : Aku akan kabulkan permintaan itu besok.
Do San : Baiklah.
Dal Mi : Luangkan waktumu.
Bus datang. Dal Mi langsung naik ke bus.
Bus mulai berjalan.
Chul San dan Yong San ngajak Do San pergi. Do San mengiyakan, tapi dia lalu mengejar bus Dal Mi.
Chul San dan Yong San sama2 menatap kepergian Do San.
Chul San heran, kenapa dia begitu?
Yong San senyum2 melihat Do San menyusul Dal Mi.
Yong San : Pasti itu menyenangkan.
Yong San lantas menatap Chul San.
Yong San : Kau iri, kan?
Chul San : Iri dengan hal begitu? Aku tak iri sama sekali! Jika aku iri, artinya aku kalah.
Tapi wajah Chul San seperti mau menangis.
Yong San : Jangan menangis.
Chul San : Ayo pergi.
Di bus, Do San dan Dal Mi tampak salah tingkah. Mereka juga tak saling bicara.
Dal Mi lalu memecah keheningan mereka.
Dal Mi : Kau tak kembali ke kantor?
Do San bilang setelah mengantar Dal Mi.
Dal Mi : Astaga. Aku bukan anak kecil.
Dal Mi lalu melihat tangan Do San.
Dal Mi : Tanganmu…
Do San melihat tangannya.
Do San : Tanganku kenapa?
Dal Mi meletakkan tangannya di atas tangan Do San.
Dal Mi : Tanganku termasuk besar. Tapi sangat kecil dibandingkan tanganmu.
Do San pun gugup melihat tangannya dipegang Dal Mi.
Do San : Begitu.
Do San ngalihin pandangannya, sambil beberapa kali berusaha menggenggam tangan Dal Mi tapi ragu-ragu. Pada akhirnya, Dal Mi yang menggenggam tangan Do San duluan karena melihat Do San ragu2.
Do San pun senang tangannya digenggam Dal Mi.
Sekarang, Do San hampir sampai di kantornya. Dia berjalan sambil menatap tangannya dengan wajah senang.
Yong San tiba-tiba datang. Dia terlihat panic.
Do San : Hei, Yong San-ah. Kau tahu tanganku besar? Kenapa ini membuatku senang. Aku pasti gila.
Yong San : Jangan gila sekarang. Ayo.
Yong San menarik Do San ke kantor mereka.
Bersambung ke part 2…