Tentangsinopsis.com – Sinopsis Start Up Ep 1 Part 3, Bacalah daftar lengkap di tulisan yang ini. Kalian pastikan untuk lihat juga Episode sebelumnya baca di sini.
“Namanya Do San? Kau sudah bertemu dia?” tanya In Jae.
Dal Mi bilang belum.
In Jae kaget, hanya bertukar surat selama setahun?
Dal Mi : Hubungan kami tetap baik meski tak bertemu. Ayah dan ibu juga mulai dengan bertukar surat.
In Jae menghentikan langkahnya. Dia bilang sekarang sudah berbeda.
Dal Mi : Aku baru ingat. Kak, kau meninggalkan ini.
Dal Mi memberikan kotak musik In Jae.
In Jae bilang, harusnya Dal Mi membuangnya saja.
Dal Mi bilang itu dari ayah mereka.
In Jae : Dal Mi-ya, ada yang mau kukatakan. Ibu sudah menikah lagi. Dan kami akan ke Amerika hari ini. Ayah tiriku ditugaskan ke sana.
Dal Mi kaget, ayah tiri?
In Jae bilang ayah tirinya sangat kaya.
Dal Mi marah. Dia tanya kenapa In Jae tak hentikan ibunya menikah lagi.
In Jae : Bagaimana bisa? Ibu menyukainya.
Dal Mi : Lantas bagaimana dengan ayah? Dia sedang bekerja keras. Dia mau membawamu dan ibu kembali.
In Jae : Aku benci itu! Kenapa harus kerja keras? Tak bisa hidup biasa saja?
Dal Mi : Kakak!
In Jae : Hidup ayah tiriku sangat nyaman. Bisa kapan saja makan enak, berlibur, dan membeli baju. Bahkan belajar ke luar negeri pun mudah. Tapi lihat ayah. Hanya bawa ayam goreng saat gajian. Apa kau tak lelah pura-pura senang waktu makan itu? Kau belum muak? Aku sudah cukup muak. Bahkan bau minyaknya saja membuatku pusing.
Dal Mi : Karena itu kau tak hentikan ibu? Karena mau hidup nyaman?
In Jae : Lihat saja nanti. Ini hal besar. Seharusnya kau juga ikut ibu sepertiku. Kau salah memilih.
Dal Mi : Tidak. Aku tak berpikir begitu.
In Jae : Waktu akan menunjukkan pilihan siapa yang benar. Lalu satu lagi. Aku Won In Jae, bukan Seo In Jae. Dan aku bukan kakakmu lagi.
In Jae mengembalikan kotak musiknya ke Dal Mi, lalu pergi.
Dal Mi menatap kotak musik In Jae. Lalu dia membantingnya.
Ya, dia marah! Dal Mi lantas mengejar kakaknya. Dia menjambak kakaknya.
Flashback end…
Dal Mi dan In Jae bicara di kantin Sand Box.
Dal Mi bilang, In Jae terlihat baik.
In Jae mengaku mengkhawatirkan Dal Mi.
Dal Mi : Kenapa khawatir? Aku hidup tanpa kekurangan.
In Jae : Apa nenek sehat?
Dal Mi menjawab dengan sedikit kesal.
Dal Mi : Ya. Beberapa waktu lalu rambut hitamnya muncul lagi. Sepertinya peremajaan.
Dal Mi lalu menyeruput kopinya.
In Jae : Masih menumpang hidup dengan nenek?
Dal Mi lalu ingat omelan neneknya.
“Dal Mi-ya, lubangnya mampat lagi karena dirimu! Bayar uang sewa padaku!”
Dal Mi tanya, apa menurut In Jae, semua orang sama seperti In Jae.
In Jae : Apa maksudmu?
Dal Mi : Kau memulai bisnis dengan uang ayah tirimu.
In Jae membela diri. Dia bilang sulit memulai bisnis jika sendiri.
In Jae : Bagaimana denganmu? Sepertinya kau mau berbisnis karena datang ke acara ini.
Dal Mi : Ya, tentu saja. Aku sedang mempersiapkannya.
In Jae : Kau punya rekan? Jangan bilang nenek.
Dal Mi ingat saat dia bilang mau berhenti kerja dan membuka cabang corn dog.
Neneknya marah.
“Mau kupukul dengan ini!”
Flashback end…
Dal Mi bilang bukan. Ada orang lain yang akan menjadi rekannya. Orang itu berbakat, pintar dan menjanjikan.
In Jae tanya, siapa namanya.
Dal Mi bilang In Jae tak kenal.
In Jae melihat sepatu Dal Mi. Dia tersenyum karena tahu Dal Mi mengecat sepatu pakai spidol.
Dal Mi tanya kapan In Jae balik ke Amerika.
In Jae bilang sekitar akhir bulan ini.
Dal Mi berusaha terlihat hidup dengan baik di depan kakaknya.
Pas kakaknya tanya siapa nama orang berbakat yang dibilang Dal Mi, Dal Mi bilang namanya Nam Do San.
Tak disangka, kakaknya ingat siapa Do San.
In Jae bilang Dal Mi selalu membicarakan Do San jadi mana mungkin dia lupa.
In Jae tanya, apa Dal Mi dan Do San sudah bertemu.
Dal Mi bohong lagi. Dia bilang, dia dan Do San bertemu karena cinta dan bisnis.
Dal Mi : Kemarin kami juga bertemu.
In Jae tentu saja tahu Dal Mi bohong.
Dia ingat foto selfie Dal Mi. Dal Mi selfie sendirian.
In Jae : Apa dia sangat pintar dan menjanjikan?
Dal Mi : Tentu. Dia juara pertama termuda pada olimpiade matematika Korea.
In Jae mau mengantar Dal Mi pulang. Tapi Dal Mi menolak. Dia bilang Do San akan menjemputnya.
In Jae : Apa kau ada waktu Jumat depan?
Dal Mi : Jumat? Kenapa?
In Jae : Perusahaanku mengadakan pesta relasi. Itu acara tepat untuk mencari rekan jika kau memang mau berbisnis.
Dal Mi : Ya, lihat saja nanti.
In Jae minta Dal Mi datang dengan Do San.
Dal Mi kaget dan tanya kenapa dia harus datang sama Do San.
In Jae : Sebagai kakakmu, aku mau berkenalan dengan pria yang sudah menyukaimu lebih dari sepuluh tahun itu.
Dal Mi menolak. Dia bilang itu tak perlu karena Do San pemalu dan benci acara pesta semacam itu.
Dal Mi menyuruh In Jae pulang.
In Jae menuju mobilnya. Tapi saat mau masuk ke mobil, dia kembali menatap Dal Mi.
In Jae : Terima kasih. Aku selalu berpikir aku salah memilih. Tapi ternyata tidak.
Dal Mi : Apa maksudmu?
In Jae : Kau mewarnai sepatumu dengan spidol, dan berlagak akan memulai bisnis dengan pria yang sebenarnya tak ada. Aku bisa paham situasimu saat ini.
Dal Mi : Keadaanku?
In Jae : Kau pasti hidup susah. Kau menumpang hidup dengan nenek, dan bekerja lembur dengan gaji rendah di sebuah perusahaan. Terima kasih sudah menunjukkan pilihan lainnya. Berkat itu, aku yakin tak salah memilih.
In Jae masuk ke mobilnya.
“Ayo.” ucapnya pada supirnya.
Dal Mi kesal. Dia lalu berlari, mengejar kakaknya.
In Jae dan sopirnya kaget Dal Mi mendadak muncul di depan mobilnya.
Dal Mi mengetuk kaca jendela In Jae.
In Jae menurunkan jendelanya dan tanya Dal Mi mau apa.
Dal Mi : Tentang pesta relasi itu. Beritahu waktu dan lokasi acaranya. Aku akan datang dengan Do San.
In Jae tersenyum tak percaya. Dal Mi balas tersenyum.
Dal Mi menghantuk-hantukkan kepalanya ke tiang halte.
Sebuah bus berhenti di depan halte.
Penumpang yang baru turun, kaget melihat Dal Mi. Mereka pikir Dal Mi gila.
Dal Mi : Seo Dal Mi, kau sudah gila. Seharusnya kau tak begitu. Kenapa kau lakukan itu?
Sebuah sms masuk ke ponsel Dal Mi. SMS undangan dari perusahaan In Jae, Nature Morning.
Dal Mi makin menghantukkan kepalanya.
Dal Mi lalu duduk dan mencoba mencari akun Do San.
Orang-orang di halte, berdiri agak jauh dari Dal Mi karena mengira Dal Mi gila.
Dal Mi menemukan satu akun bernama Do San, tapi itu bukan Do San yang dicarinya karena sudah menikah.
Dal Mi menghantukkan kepalanya lagi, kali ini ke kaca halte.
Dari kejauhan, Ji Pyeong melihat Dal Mi.
Ji Pyeong : Ada apa dengannya?
Dal Mi melihat orang-orang menjauhinya.
Dal Mi : Aku tak apa-apa. Aku tak gila.
Tapi berikutnya, Dal Mi mengacak-ngacak rambutnya sambil berteriak, lalu tertawa.
Ji Pyeong tertawa melihatnya.
Ji Pyeong : Apa dia gila?
Dal Mi menyenderkan kepalanya ke tiang halte.
Ji Pyeong : Apa dia sakit.
Bus lewat. Dal Mi bergegas naik ke bus.
Ji Pyeong mengikuti Dal Mi.
Dal Mi sudah turun dari bis.
Dia berjalan menyusuri pinggir Sungai Banpo.
Tanpa dia sadari, Do San yang dicari-carinya sedang mengikutinya.
Ji Pyeong lalu terkejut saat melihat Dal Mi ke kedai Nenek Choi.
Nenek Choi : Kenapa ke sini lagi? Istirahatlah di hari libur kantor. Tak perlu bantu aku.
Dal Mi : Aku tak membantumu. Aku datang untuk cari uang tambahan karena gajiku sangat kecil. Jangan lupa beri aku upah hari ini.
Nenek Choi : Astaga. Ubahlah cara bicaramu.
Dal Mi : Nenek, tentang Do San.
Nenek Choi : Do San lagi? Kau belum muak? Sudah 15 tahun berlalu.
Dal Mi : Nenek bilang pernah bertemu Do San, kan?
Nenek Choi : Tentu saja pernah. Dia pintar, tampan, dan terlihat beruntung.
Dal Mi menatap neneknya.
Nenek Choi : Kau tidak percaya nenek?
Dal Mi : Aku percaya. Hanya saja aku merindukan Do San hari ini. Biarkan aku begini sehari saja.
Nenek Choi : Kenapa? Apa ada masalah?
Dal Mi : Tak ada.
Ji Pyeong masih terpaku menatap Dal Mi. Dia tak menyangka Dal Mi yang ditemuinya hari ini di Sand Box adalah Dal Mi cucunya Nenek Choi.
Ji Pyeong teringat masa lalu.
Flashback…
Ji Pyeong sedang melihat-lihat rumah.
“Sangat bagus. Aku pilih yang ini.” ucapnya pada si agen.
Si agen memuji orang tua Ji Pyeong sangat baik.
“Mereka bayar uang kuliah, dan sewakan rumah per tahun untukmu. Bagaimana dengan teken kontraknya? Akan kau lakukan dengan orang tuamu?”
Ji Pyeong bilang dia tak punya orang tua.
Agen bingung. Dia tanya siapa yang akan teken kontrak dan membayarnya.
Ji Pyeong bilang dia yang akan membayar.
Agen tak percaya. Dia tanya apa Ji Pyeong punya uang.
Ji Pyeong : Ya, aku punya.
Sementara itu, nenek di Bank. Dia mau mengambil semua uangnya.
Petugas bank tanya apa nenek mau menutup buku rekening?
Nenek bilang iya. Petugas ingin tahu kenapa tiba-tiba nenek seperti ini.
Nenek : Anakku berbinis hingga rumah digadaikan. Kami akan diusir jika tak bisa bayar bunga bulan ini.
Petugas memeriksa buku rekening nenek. Dia kaget melihat saldonya.
“Kau yakin mau ambil ini semua dalam uang tunai?”
“Ya.”
“Ada sekitar 80 juta won. Semuanya?”
Nenek kaget. 80 juta? Bukan 8 juta? Astaga.
Nenek berterima kasih pada Tuhan karena sudah memberi bunga yang cukup banyak.
Petugas bilang itu bukan bunga.
“Apa kau investasi saham?”
“Saham?”
“Ya. Sepertinya ini hasil investasi saham.”
Nenek ingat saat melihat papan kompetisi virtual investasi Ji Pyeong.
Nenek : Apa anak baik itu yang melakukannya?
Nenek memutuskan mengambil semuanya.
Bersamaan dengan itu, Ji Pyeong mencoba mengambil uang di ATM. Ji Pyeong kaget mendapati pemberitahuan bahwa rekening sudah ditutup.
Ji Pyeong langsung lari ke kedai nenek. Dia melihat nenek memberikan uang pada Pak Seo.
Pak Seo kaget. Nenek menyuruh Pak Seo melunasi hal yang paling mendesak dulu.
Pak Seo menolak. Dia bilang bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.
Nenek : Aku tak memberinya cuma-cuma. Ini investasiku. Tulis surat kontrak dan beri aku saham. Kau bilang akan berikan banyak saham jika investasi lebih awal. Jangan remehkan aku karena aku ibumu. Lakukan yang benar.
Pak Seo : Terima kasih, Bu.
Pak Seo lalu menerima telepon. Nenek membantu Pak Seo memasukkan uang itu ke dalam tas. Setelah itu, Pak Seo pergi.
Ji Pyeong menatap marah nenek.
Benarkah nenek mencuri uang Ji Pyeong??
Sementara itu, Pak Seo diburu waktu. Dia melihat bus di seberang jalan, tapi lampu merah sudah menyala. Pak Seo yang takut ketinggalan bus, akhirnya berlari mengejar bus. Tapi di tengah jalan, dia ditabrak mobil.
Si penabrak berusaha membawa Pak Seo ke rumah sakit karena kepala Pak Seo terluka, tapi Pak Seo menolak. Dia bilang buru-buru dan harus segera pergi.
Pak Seo lari ke bus.
Bu Yoon dan staf nya membaca proposal Pak Seo.
Pak Seo ingin memulai presentasinya tapi tangannya gemetar saat berusaha memegang remote.
Pak Seo membuat alasan. Dia bilang gemetar karena gugup.
Tapi Bu Yoon tahu Pak Seo sakit. Dia bilang tidak masalah jika Pak Seo tidak bisa presentasi sekarang.
Pak Seo bilang dia baik-baik saja.
Pak Seo mulai presentasi.
Pak Seo : Situs web baedal.com kami ingin memberikan kemudahan untuk memesan makanan dengan sekali tekan…
Bu Yoon : Pak Seo, kami sudah paham ide bisnismu.
Staf Bu Yoon memuji ide Pak Seo.
Bu Yoon memberi Pak Seo pertanyaan.
Bu Yoon : Tapi ada satu hal yang ingin aku tanya. Jika kami puas dengan jawabanmu, kami akan berinvestasi. Angka pengguna terus meningkat, tapi belum jelas bagaimana mendapatkan keuntungannya. Apa masih belum berbayar?
Pak Seo : Iya.
Bu Yoon : Kau pasti sudah banyak menghabiskan uang. Sampai kapan kau hanya mau mengumpulkan pelanggan?
Pak Seo : Aku lebih mementingkan pembesaran skala dibandingkan keuntungan.
Staf Bu Yoon : Itu artinya kau dan para investor masih akan kesulitan…
Pak Seo : Maaf, tapi aku tak bisa berkompromi di bagian itu. Banyak pebisnis kehilangan pelanggan karena fokus mengejar keuntungan.
Bu Yoon : Kau seperti terapung di samudra luas. Biasanya pimpinan yang seperti itu mati kehausan atau…
Pak Seo : Ya, atau mati kelaparan.
Bu Yoon : Tidak. Bisa bertahan.
Pak Seo terkejut mendengarnya.
Bu Yoon : Kau tak boleh minum air laut meskipun keadaanmu sulit. Kau harus bertahan sampai hujan turun. Hanya mengejar keuntungan pada awal bisnis sama dengan meminum air laut.
Bu Yoon berdiri dan mendekati Pak Seo.
Bu Yoon : Teruskanlah bisnismu. Aku akan berikan uangnya pekan depan.
Bu Yoon memberikan Pak Seo kartu nama.
Pak Seo terdiam dan menerima kartu nama dari Bu Yoon.
Pak Seo mengucapkan terima kasih. Ia tak menyangka hari baik itu datang juga padanya.
Tapi Pak Seo mendadak mimisan. Pak Seo bilang, dia mimisan karena terlalu senang.
Bersambung ke part 4…