Tentangsinopsis.com – Sinopsis Love (ft. Marriage and Divorce) Season 2 Episode 12 Part 4, Untuk menemukan daftar-daftar link recap ada di tulisan yang ini. Kalian bisa temukan sesuatu lainnya seperti Episode Sebelumnya baca di
Piyoung: Aku yang pergi. Aku dan Ji a akan tinggal di rumah ibuku. Terserah mau tinggal bersama Bu Kim atau menikah dengan A Mi. Tak perlu berikan alimentasi. Bayar saja uang sekolah Ji-a karena kau ayahnya.
Yusin: Aku sangat bersyukur sampai terharu.
Piyoung: Aku juga! Karena kau telah mengungkit dan membahas luka dan trauma istrimu untuk membenarkan dirimu sendiri, aku jadi menyadari kebodohan dan kekuranganku. Dan kukira hidupku menyenangkan.
Yusin: Piyoung-ya…
Piyoung: Dengan bibir itu, kau pasti berulang kali memanggil nama A Mi. Jangan pernah memanggil namaku lagi. Kau juga pasti meneleponnya berkali-kali saat sedang mabuk. Apa yang kau katakan saat itu? Kau bilang rindu dan mau bersamanya? Karena selingkuh diam-diam, kau tak bisa terus menatapnya sampai pagi.
Padahal bahagia saat bisa menyambut pagi bersama. Bertindaklah sesukamu mulai kini. Kau tahu apa kata pria. Wanita ideal mereka adalah yang belum pernah ditemui. Katamu aku harus melihat dari sudut pandangmu, alih-alih sebagai istri dengan anak.
Jika aku pria, akan kupilih Ami. Jika kau sungguh kompeten, kau akan akhiri hubungan kita dan mulai hubungan dengan wanita lain. Itu sebabnya aku tak bisa hidup denganmu lagi. Aku akan terus curiga dan salah paham.
Yusin: Kumohon untuk kali terakhir. Maafkan aku, dan beri tahu kepada Jia semuanya setelah dia besar. Dan ajari dia untuk menjadi istri pemaaf saat suaminya berselingkuh. Jika terlahir dengan DNA pria, pasti sulit untuk menahan berbagai godaan.
Jika ada pria yang berpikir itu mudah, presiden Amerika dan para bangsawan Inggris takkan mungkin melakukannya. Sudah kubilang sebelumnya bahwa fisiologis pria berbeda. Jika kau seorang pria dan ada wanita menarik mendekati, pasti sulit menjauhkan dia karena memikirkan istri yang sedang menunggu di rumah.
Seperti makanan cepat saji yang lebih menggugah selera. Seperti yang kau alami karena keputusan ibumu, Ji a pun mungkin akan alami hal yang sama. Jadilah contoh baginya agar Ji-a bisa berjuang mengatasinya. Meski aku belum hidup terlalu lama, aku tak pernah menyesal menahan diri. Malah menyesal saat tak menahan diri.
Dalam masalah ini, sama seperti kau yang tak bisa menahan diri, aku juga tak bisa menahan godaan. Jika tak percaya, tanya ke Amu. Siapa yang lebih dulu menyatakan cinta. Sebelum mengalaminya sendiri, kau bisa menjamin apa pun dan bisa bertindak seperti buku teks. Begitu mengalaminya, tak semudah yang dibicarakan.
Aku paham perkataanmu. Kuingin Ji a menjadikanmu panutan. Jadi, saat dia membuat pilihan sama sepertimu, kuingin dia berpikir bahwa mendengarkanmu adalah hal yang tepat. Kau bilang ingin memohon pengampunan kepada ibumu, kan? Kau tak bisa mengatakannya karenaku. Kuharap Ji a tak menyesali hal seperti itu. Kuharap penyesalan berakhir padamu.
Piyoung: Rupanya kelemahanku adalah ibuku. Lebih tepatnya… bukan ibuku, tapi ketidakhadiran ayahku. Kusalahkan ibuku karena tak memiliki ayah. Itu sebabnya aku bertekad untuk tak bercerai meski mengalami hal yang sama, apa pun yang terjadi.
“Jangan membuat hal itu terjadi. Aku hanya perlu hilangkan penyebab selingkuh.” Aku berpikir seperti itu. Aku percaya bisa melakukannya. Itu sebabnya aku tak pernah lalai di hadapanmu. Namun… kristal kaca indah yang kubuat bertahun-tahun hancur berkeping-keping dalam semalam.
Aku tak bisa berpikir seakan otakku sudah mati. Setelah dengar perkataanmu, manusia yang terlahir sebagai pria dan wanita sangat menyedihkan. Kenapa tak bisa sempurna, dan begitu lemah? Apa Tuhan sempurna? Tuhan bilang, “Ketika pipi kiri ditampar, berikan pipi kanan. Orang yang bersabar akan diberkati.
” Lalu, apa artinya dihukum? Bukankah harusnya Tuhan mengampuni dan memaafkan semua kesalahan manusia? Kau dan aku seharusnya bertemu dengan pasangan yang sempurna. Seseorang seperti Tuhan, yang menyerupai dewa. Jika seperti perkataanmu, tak ada manusia yang sempurna.
Yusin: Itu maksudku. Apa kita tak bisa hidup saling memahami dan memperhatikan? Selama bersamamu, hatiku sering berdebar, dan sering berpikir tak bisa lebih bahagia. Bagaimana aku bisa hidup tanpamu? Meski manusia bisa beradaptasi dalam lingkungan dan kondisi apa pun, tak semua bisa begitu.
Aku…berusaha meyakinkanmu demi kebaikanmu, bahkan mengungkit Ji-a karena aku tak bisa hidup tanpamu. Karena aku merasa takkan bertahan. Bagaimana aku bisa hidup di rumah ini… tanpa keberadaanmu? Ini bukan alasan belaka. Setelah bertemu Ami, aku mulai berpikir. “Kenapa aku begini?” “Tak boleh begini.
” Kucoba menganalisisnya secara psikologis. Aku tak dapat cukup cinta dari ibuku. Aku tak dapatkan cinta, bahkan ibuku meninggal lebih awal. Meski Bu Kim perlakukan aku dengan baik, tapi tak bisa disamakan dengan cinta yang diberikan oleh ibu kandung. Ayahku sibuk dengan pekerjaan di rumah sakit.
Jadi, kupikir ini semua terjadi karena kurangnya cinta dan kasih sayang. Aku merasa harus diakui semua orang. Diakui dalam pekerjaan dan diperhatikan oleh semua wanita. Harusnya aku puas dengan cintamu. Aku sangat marah karena terlalu serakah.
Piyoung: Apa ini sungguh kali pertama kau melakukannya?
Yusin: (mengangguk) Itu sebabnya aku ramah kepada semua wanita. Bukan hanya sekadar ramah, tapi aku sengaja bersikap sopan untuk membuat mereka menyukaiku. Itulah masalahku.
Piyoung: Jadi, kau akan terus melakukannya karena kekurangan yang kau rasakan. Kau terus menginginkan perhatian dari wanita.
Yusin: Aku tak punya energi lagi. Tanpamu percuma. Kau kebahagiaanku, dan kini berakhir. Kau sungguh akan memacari pria lain? Kau ingin melakukannya?
Piyoung: (menggeleng) Entahlah. Setelah mendengar perkataanmu, aku ragu. Artinya semua pria sama saja. Bagaimana Ami?
Yusin: Sudah berakhir bagiku. Aku hanya perlu waktu agar dia tak melakukan hal gegabah. Apa yang akan kau katakan kepada Ji a? Kebenarannya?
Piyoung: Untuk saat ini, kubilang kami akan pindah ke rumah ibuku karena ingin mengenangnya.
Yusin: Dia setuju? (Piyoung mengangguk)
Piyoung: Karena kekurangan dan kebodohanku… Seperti katamu, bisa jadi aku yang bermasalah.
Yusin: Kembalilah kepadaku kapan pun jika kau berubah pikiran dan bisa memaafkanku. Keguncangan dan kekecewaanmu saja sudah sangat menyakitiku, apalagi Ji a? Dia mungkin tak mau menemuiku. Dia lebih mirip denganmu daripada aku.
Piyoung: Aku takkan menghalangi kalian bertemu. Dia sangat menyukaimu. Dia masih muda. Mungkin dia tak menganggapnya serius jika terus bertemu.
Yusin: Baguslah jika begitu, tapi jika Ji-a juga mengabaikanku, hidupku tak berarti lagi. Meski ini kesalahanku.
Piyoung: Aku teringat seseorang berkata di televisi bahwa mustahil seorang pria dan wanita hidup bersama selamanya. Katanya harus berganti pasangan sesekali. Anggap saja kita berganti pasangan lebih awal.
Yusin: Kau bisa melakukannya? Kau sungguh bisa hidup tanpaku?
Piyoung: Aku harus bisa. Akan kuwujudkan.
Yusin: Jika bisa kembali ke setahun lalu, aku takkan menjual rumah di Los Angeles. Tidak… . Mungkin ini memang harus dilalui.
Piyoung: Jaga kesehatanmu demi Ji a. Meski Ibu akan merawatmu dengan baik.
Yusin: Percuma jika bukan kau yang melakukannya. Wajahmu menjadi sangat tirus karena aku. Maaf.
Piyoung nangis. Ia bangkit dan mengemasi pakaiannya. Di kamar dia nangis. Begitu juga dengan Yusin yang masih terpaku di ruang tamu.
Yusin berlutut di depan Piyoung yang hendak pergi.
Yusin: Karena aku… kau tak bisa mengucapkan salam perpisahan kepada ibumu. Aku sungguh minta maaf. Kurasa aku takkan bisa memaafkan diriku selamanya. Meski aku sangat berdosa kepadamu dan Ji a, aku harusnya lebih memperhatikan ibumu dan sering menjenguknya. Aku malah bertemu Ami.
Akan kuterima hukuman selama sisa hidupku. Hatiku sakit jika memikirkan ibumu. Sebagai menantu, aku seharusnya menelepon dan menjenguknya. Bahkan putrinya tak menelepon. Dia pasti sedih. Karena itu kondisinya memburuk begitu cepat. (Tubuh Piyoung sampai lemas dan terjatuh). Aku sadar betapa berharganya kebahagiaan setelah kehilangan itu. Aku tak tahu terima kasih.
Piyoung: Karena tak bisa berbicara, aku menuliskannya di dada Ibu. “Maafkan aku. Ampunilah aku.” Begitu selesai menulis, jantungnya berhenti berdetak. Harusnya kukatakan saat ibuku masih hidup sehat. Jika ingin berselingkuh, seharusnya berselingkuh lebih awal. Maka kami bisa berbaikan lebih cepat dan aku bisa meminta maaf serta meminta pengampunannya.
Yusin: Maaf. Maafkan aku.
Piyoung: Ibu… Aku penyebab sakitnya. Itu salahku. Dia melahirkan dan membesarkanku, tapi aku tak pernah berterima kasih padanya. Aku hanya menyalahkan Ibu. Entah bagaimana aku bisa bertahan hidup selanjutnya.
Yusin: Setidaknya ada aku. Telepon aku jika terjadi sesuatu atau membutuhkan apa pun. Siang ataupun malam, aku akan datang.
Piyoung: Aku sungguh membencimu! Padahal kita bisa hidup dengan bahagia. Semua usaha kita selama ini jadi sia-sia.
Yusin: Setiap merindukanmu dan ingin menghampirimu, apa aku harus bertahan dan puas dengan fakta kita berdua tinggal di Gangnam? Janji satu hal padaku.
Kau harus menghubungiku saat menderita dan kesulitan. Kau harus meminta bantuanku dan diskusikan segalanya denganku. Ya? Meski kau membenciku, jangan ragukan cintaku kepadamu. Wanita yang kucintai… hanya Sa Piyoung. Selamanya.
Yusin bangkit untuk menghangatkan air dan memberikannya pada Piyoung. Piyoung meminumnya dan menghapus air matanya. Ia sudah lebih tenang sekarang.
Yusin: Hanya perlu diajukan? Ayo lakukan dengan benar. Kau harus dapat uang cerai dan pembagian harta.
Piyoung: Bayar uang sekolah Ji a saja. Aku juga bekerja.
Yusin: Sudah kuikuti keinginanmu jadi, serahkan hal ini kepadaku. Kita bisa bertemu dan makan bersama sesekali, kan? Itu pun tak bisa?
Piyoung: Baiklah.
Piyoung lalu bangkit dan pergi dari rumah itu dengan Yusin berjalan di belakangnya.
Dih capeknya. Sejam 13 menit cuman dengar mereka debat antara mau cerai apa enggak 🤦🤦🤦. Produser radio sama psikolog, tapi keputusan akhirnya tetap bercerai.
Bersambung…
1 comment
Iya…. capek banget bacanya. Esmosi. Apalagi yang nulis yaaaa….makasih autor. Anda luar bjasa