Adamas Eps 1 Part 1

Tentangsinopsis.com – Sinopsis Adamas Episode 1 Part 1, Cara pintas untuk menemukan spoilers lengkapnya ada di tulisan yang ini.

Hujan turun dengan deras, malam itu. Suara sirine terdengar nyaring. Sebuah motor melintas, dibawah gelapnya malam.

Seorang pria berjalan dan memayungi dirinya. Pria itu memakai pakaian duka.

Narasi pria itu terdengar.

“Kata-kata terakhir ibuku.”

Pria itu lantas tiba di depan sebuah rumah. Dia membuka gerbang dan menemukan sebuah surat di depannya.

“Surat anonim. Dia mengaku tidak bersalah. Narapidana hukuman mati yang membunuh ayahku.”

Kamera menyorot wajah pria itu.

Sekarang, kita ke penjara. *Ah, jadi ingat Defendant (drama Om Ji Sung sebelumnya).

Seorang sipir tengah berkeliling sambil menonton rekaman video kedua putranya.

Tapi kemudian, dia berhenti berjalan dan menoleh karena mendengar sebuah suara.

“Apa itu bunyi hujan?”

Pria itu meneruskan langkahnya. Tapi kali ini, dia mendengar sebuah teriakan.

Dia pun bergegas memeriksa satu per satu sel. Tapi tidak ada yang aneh.

Dia mengintip satu sel. Merasa ada yang aneh, dia masuk dan mendapati para tahanan tewas bersimbah darah.

Pria itu terkejut dan kebingungan, bagaimana ini?

Tak lama, dia melihat ada tahanan yang masih hidup.

Dia ingin meminta bantuan, tapi dia membeku karena ada seorang tahanan lain berdiri disampingnya.

Pria itu memohon kepada si tahanan, supaya tidak dibu*uh.

Si tahanan tak peduli dan menggorok leher pria itu dengan pisau kecilnya.

Kamera menyorot wajah si tahanan, juga nomor seragamnya.

Nomor di seragamnya merah. Artinya, dia adalah terpidana mati.

Pagi hari, orang2 berdemo di depan gedung pemerintahan. Demo itu dipicu karena pembunuhan di Penjara Kangchun tiga hari lalu terkait hukuman mati untuk penjahat kejam.

Si pembunuh adalah Im Duk Soo, tahanan hukuman mati jangka panjang. Dia membunuh tujuh tahanan dan seorang sipir dengan kejam untuk memberitahu polisi bahwa dia melakukan kejahatan itu karena tidak senang dengan situasinya.

Dua politikus tengah menjadi narsum di sebuah stasiun TV terkait insiden itu.

“Hukuman mati dihapuskan di negara kita sejak tahun 1997. Menurutmu mereka akan mengembalikannya setelah insiden ini?” tanya si pembawa acara.

“Aku yakin itu cukup mungkin. Bahkan politikus bereaksi cepat terhadap insiden ini. Itu akan memainkan peran paling penting dalam pemilu mendatang.” jawab si politikus.

-Satu bulan kemudian-

Sekarang kita ke sebuah apartemen, dimana seorang pria masih terlelap di tempat tidurnya padahal hari sudah pagi.

Terdengar bunyi jam weker.

Pria lain yang tidur hanya mengenakan boxer, terbangun dan mematikan jam wekernya.

Pria di apartemen membuka tirainya.

Dia juga merapikan tempat tidurnya.

Pria yang tadi tidurnya cuma pakai boxer, terjatuh saat dia beranjak dari tempat tidurnya.

Pria itu kemudian mandi.

Mereka sama-sama bersiap-siap.

Selesai siap-siap, mereka sama-sama menuju ke mobil mereka.

Pria yang tinggal di apartemen, berbaju cokelat.

Sementara pria satunya berbaju hitam.

Pria berbaju cokelat, mengendarai mobilnya sambil bicara dengan Bu Yeo Soo Jung.

“Aku Ha Woo Shin. Apa tawaran Grup Haesong masih berlaku? Mari kita lakukan. Baiklah.”

Woo Shin menyudahi teleponnya.

Woo Shin : Mari kita lakukan.

Sekarang, Woo Shin sudah di kantornya. Dia duduk di meja rapat, dengan Bu Yeo yang tadi dihubunginya.

Bu Yeo membawakan kontrak.

Bu Yeo : Pimpinan Kwon pasti kenal seseorang yang merupakan penggemarmu, melihat bagaimana dia memilihmu.

Woo Shin : Begitukah? Aku penasaran siapa dia.

Bu Yeo : Kau akan lihat sendiri, tapi syaratnya… Syaratnya hebat. Luar biasa.

Woo Shin : Biar kubaca dahulu.

Woo Shin mulai membaca kontraknya.

Bu Yeo : Jujur saja. Kau terlalu sukses untuk menjadi penulis bayangan. Kenapa penulis terlaris memilih menjadi penulis bayangan?

Woo Shin : Namun, ini bukan memoar biasa.

Bu Yeo : Kita membicarakan Kwon Jae Kyu dari Haesong.

Woo Shin membaca, “Tulisan akan dilakukan di tempat yang diinginkan klien”?

Bu Yeo : Ya, di kediamannya.

Woo Shin : Aku tak bisa pergi dari rumahnya sampai memoarku selesai?

Bu Yeo : Karena alasan keamanan. Bertahanlah satu bulan saja, dan uang itu akan menjadi milikmu.

Woo Shin : Aku mengerti kebutuhan untuk perjanjian kerahasiaan, tapi kenapa aku tidak bisa memakai ponselku?

Bu Yeo : Mereka akan menyediakan saluran tetap.

Woo Shin : Yang akan mereka sadap.

Bu Yeo : Ayolah.

Woo Shin : Menarik sekali. Semuanya akan dirahasiakan, dan aku hanya akan menjadi penulis bayangan.

Bu Yeo : Woo Shin-ah, kau akan diuntungkan dari ini, bahkan dengan semua batasan ini. Aku akan segera menerima tawaran itu jika menjadi kau.

Lalu seseorang datang membawa kopi.

“Siapa yang memesan kopi?”

Woo Shin menatap pria yang membawa kopi.

Woo Shin : Kau bahkan membuat kopi sekarang? Kapan kau menulis?

Bu Yeo : Aku tidak memintanya. Aku bukan orang seperti itu.

Pria itu mengklaim dia bisa membuat kopi dan menulis.

Pria itu juga bilang dia mungkin muridnya Woo Shin tapi Bu Yeo lah yang membayarnya.

Pria itu menaruh cangkir kopi di atas kontrak.

Sontak Bu Yeo sewot dan memindahkan cangkirnya.

Bu Yeo : Hei! Ini kontrak! Kenapa kau membawakan kami kopi?

Woo Shin menandatangani kontrak itu.

Bu Yeo terkejut, astaga! Ha Woo Shin! Aku tidak mengira kau akan menyerah.

Woo Shin : Itu jumlah yang besar.

Pria itu menyikut Woo Shin.

“Ayolah. Aku tahu kau bukan tipe orang yang goyah karena uang.”

“Apa yang ingin kau katakan?” tanya Woo Shin.

“Apa maksudmu?” pria itu nanya balik.

“Apa yang ingin kau katakan kepadanya? Di antara semua kursi di sini, kau memilih duduk di sampingku. Kau bersikap lebih ramah daripada biasanya kepadaku. Kau mencoba membuktikan kepadanya bahwa kita lebih dekat dari dugaannya agar dia menyetujui apa pun yang kau katakan.” jawab Woo Shin.

“Itu tidak benar.” sanggah pria itu.

“Permainan kekuasaan. Kau ingin dia berpikir bahwa aku memihakmu. Entah disengaja atau tidak, dia akan berpikir begitu.” ucap Woo Shin.

“Benarkah? Begitukah?” tanya Bu Yeo.

“Dia salah.” jawab pria itu.

“Kalau begitu, aku akan meninggalkan kalian berdua. Aku punya rencana makan siang.” ucap Woo Shin, lalu beranjak.

Pria itu mengejar Woo Shin.

“Pak, jangan pergi begitu saja!” pintanya. Tapi Woo Shin gak peduli.

Bu Yeo tanya, pria itu mau apa.

Pria itu ragu2 menyampaikan keinginannya.

“Bisakah aku mendapatkan…”

“Mendapatkan apa?”

Kim Seo Hee mengendarai mobilnya sambil mendengarkan berita di radio.

“Tingkat kepuasan terhadap Hwang Byung Chul dari Partai Masa Depan Baru meningkat empat persen. Tingkat kepuasannya terus meningkat sejak dia berjanji mengembalikan hukuman mati.”

Seo Hee lalu melihat ada demo dimana-mana terkait, hukuman mati yang dikembalikan.

Tak lama kemudian, Seo Hee tiba di sebuah kantor.

Petugas meminta KTP Seo Hee.

Seo Hee menunjukkan KTP nya.

Kamera menyorot kartu pegawai Seo Hee.

Seo Hee mulai memasuki pelataran parkir. Dia berputar2 mencari tempat parkir tapi dia heran karena dia merasa gugup padahal tidak melakukan kesalahan.

Seo Hee lalu menyemangati dirinya sendiri.

Seo Hee : Jangan terintimidasi.

Seo Hee kemudian melihat Woo Shin tengah berjalan di parkiran, menuju ke gedung.

Seo Hee : Itu dia, ‘kan? Tunggu.

Seo Hee memarkirkan mobilnya begitu saja karena ingin mengejar Woo Shin, tapi satpam datang dan menyuruhnya memindahkan mobil. Satpam bilang, Seo Hee gak boleh parkir disana. Terpaksalah Seo Hee mindahin mobilnya dulu.

Ternyata itu kantor jaksa. Dan Seo Hee seorang reporter, sama seperti Woo Shin.

Woo Shin mengetuk pintu sebuah ruangan.

Di dalam ada Gong Dae Chul. Dae Chul menyuruhnya masuk.

Dae Chul melihat Woo Shin.

Dae Chul : Jaksa…

Lalu Dae Chul menyadari itu adalah Woo Shin.

Dae Chul : Kau bukan dia. Apa kau…

Woo Shin masuk dan mengiyakan.

Dae Chul : Tidak mungkin. Benar kau, ‘kan?

Woo Shin : Ya.

Dae Chul : Aku banyak mendengar tentangmu. Aku Kepala Bagian Gong. Astaga. Tapi dia tidak ada.

Woo Shin menatap meja Jaksa Song Soo Hyun.

Soo Hyun sedang tidak ada.

Soo Hyun sendiri ada di sebuah ruangan, bersama para petinggi kejaksaan.

Wakil Kepala Jaksa membaca kasus pembunuhan di Penjara Kangchun.

“Ini kasus yang belum pernah terjadi di seluruh sejarah konstitusional. Masyarakat memiliki harapan tinggi kepada kejaksaan. Kita tidak boleh mengecewakan mereka. Lagi pula, kita pelindung keadilan yang dibayar oleh negara kita.”

Soo Hyun yang berdiri mendengar itu, tampak menahan tawa.

Wakil Kepala menatap Soo Hyun.

“Jaksa Song, kau yakin?”

Tawa Soo Hyun pecah.

Atasan Soo Hyun marah, hei!

Tapi dia ditegur Wakil Kepala, Kepala Yang!

Soo Hyun minta maaf karena tertawa. Dia bilang itu terlalu lucu sampai dia gak bisa menahan diri.

Wakil Kepala : Apa yang lucu?

Soo Hyun : Fakta bahwa kau ingin departemenku mengambil alih kasus ini. Sepertinya kau berencana mencuri hati publik dengan kasus kontroversial ini dengan mendukung hukuman mati.

Wakil Kepala : Aku hanya ingin kau membantu persidangan.

Soo Hyun : Yang kau inginkan adalah mendukung Kandidat Hwang semampumu.

Wakil Kepala : Dia kandidat paling menjanjikan. Jika dia terpilih, itu juga akan menguntungkan kita.

Soo Hyun : Kurasa itu tidak relevan bagiku. Ada banyak orang di Departemen Khusus yang ingin sukses, jadi, minta mereka saja.

Wakil Kepala sewot, hei, kau pikir aku memilihmu karena menyukaimu? Pembunuh ayahmu masih hidup, bukan?

Soo Hyun : Begitu rupanya. Jadi, itu alasanmu memilihku. Putra korban pembunuhan menjadi jaksa dan memimpin kasus ini. Itu akan menarik.

Kepala Yang : Jaga ucapanmu.

Soo Hyun : Tidak, terima kasih. Bahkan jika Kandidat Hwang memintaku secara langsung, jawabanku tetap tidak.

Wakil Kepala : Aku mengerti. Aku tahu kau menentang merencanakan hal seperti itu. Tapi bantu aku sekali ini saja, ya? Tidakkah menurutmu akan ada saatnya kau juga membutuhkan bantuanku?

Soo Hyun : Aku tidak mengandalkan orang lain untuk kesuksesanku. Aku juga tidak butuh orang lain untuk mendukungku.

Wakil Kepala : Song Soo Hyun.

Soo Hyun : Ya, Pak?

Wakil Kepala : Hidup ini panjang. Kau akan menyesali ini suatu hari nanti.

Soo Hyun : Kalau begitu, sampai jumpa saat hari itu tiba.

Soo Hyun memberi hormat, lalu beranjak pergi.

Sekarang, Kepala Departemen Yang ngamuk2 di dekat mejanya Soo Hyun.

Kepala Yang : Dimana Song Soo Hyun! Beraninya dia tidak mematuhi Wakil Kepala! Dia pikir dia hebat karena Wakil Kepala selalu baik kepadanya?

Kepala Yang bahkan melemparkan papan nama Soo Hyun.

Dae Chul mencoba menenangkan Kepala Yang, tapi malah disemprot Kepala Yang.

Soo Hyun turun ke bawah sambil mengomel dan memainkan kartu pegawainya.

Soo Hyun : Semua orang di sini sulit dipercaya. Mereka serius tentang hal paling konyol.

Woo Shin mendadak muncul dan berjalan di samping Soo Hyun.

Woo Shin : Ada apa lagi kali ini?

Soo Hyun : Lupakan saja.

Soo Hyun menatap Woo Shin.

Soo Hyun : Ada acara apa? Kenapa kau di sini?

Woo Shin : Mungkin seharusnya aku tidak datang.

Soo Hyun tertawa, dasar berandal.

Soo Hyun : Traktir aku makan. Yang mahal karena aku merasa tidak enak.

Woo Shin : Apa aku berutang kepadamu? Kau selalu menyuruhku mentraktirmu.

Soo Hyun : Jaksa hampir tidak bisa memenuhi kebutuhan.

Seo Hee muncul di belakang mereka.

Seo Hee : Bukankah itu Jaksa Song?

Seo Hee berusaha mengejar mereka.

Woo Shin dan Soo Hyun berhenti di depan lift.

Woo Shin : Hentikan apa pun yang kau lakukan. Jika terus begini, kau tidak akan lama di sini.

Soo Hyun : Jangan ikut campur jika tidak tahu apa-apa. Menurunkan atau mengucilkanku sesuka mereka. Aku tetap tidak akan mengundurkan diri.

Mereka masuk ke lift.

Woo Shin : Kau mungkin akan mengekspos mereka.

Soo Hyun : Lagi pula, kita hanya hidup sekali. Kau hanya hidup sekali.

Woo Shin nya diam saja. Ekspresinya dingin.

Seo Hee melihat mereka.

Dia berusaha mengejar, tapi pintu lift keburu tertutup.

Bersambung ke part 2….

0 Shares:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You May Also Like