Tentangsinopsis.com – Sinopsis 18 Again Episode 9 Part 4, Melihat keseluruhannya ada di tulisan yang ini. Jika penasaran akan bagian ketiganya Episode sebelumnya baca di sini.
Da Jung didatangi dua orang di mejanya.
Satunya bernama Park Gi Seong. Dia produser acara ragam. Yang satunya, Lee Bo Ra. Penulis acara ragam.
Ja Young dan Ki Tae tak menyangka, produser sendiri yang mendatangi Da Jung.
PD Park bilang, itu adalah program perdana saat liburan.
“Dan kami sangat ingin merekrutmu sebagai pembawa acara. Jika ini berjalan lancar, ini bisa menjadi acara reguler.”
Ja Young takjub karena Da Jung langsung ditawari posisi pembawa acara.
Pak Heo membeku melihat itu.
Sementara Yu Mi tampak kesal.
Da Jung tanya, alasan mereka menawarinya posisi itu.
Mereka pun memberikan Da Jung proposal. Ternyata itu adalah program tentang perceraian.
Yu Mi yang tadinya kesal, langsung menertawakan Da Jung.
Ji Hoon di ruangan Deok Jin. Deok Jin memberikan Ji Hoon berkas.
Deok Jin : Ini data yang kami punya dari acara tahun lalu. Ada beberapa bagian yang sama dengan tahun ini. Ada yang membawa versi tahun ini dari rumahku.
Ji Hoon : Kuharap kau tidak mengulur waktu seperti sebelumnya. Menunggu putramu yang merupakan penggemarku.
Deok Jin bilang, putranya bukan lagi penggemar Ji Hoon. Bahkan, putranya membenci Ji Hoon sekarang.
Ji Hoon merasa aneh karena belakangan ini dia tampil lebih baik.
Deok Jin : Kurasa dia lebih cemburu karena penampilanmu lebih baik sekarang. Sebenarnya, kau lebih baik darinya dalam banyak hal.
Ji Hoon bingung, apa maksudmu?
Woo Young datang sambil mengomel pada Deok Jin.
Woo Young : Apa aku pesuruhmu sekarang?
Woo Young langsung kesal melihat Ji Hoon.
Ji Hoon terkejut mengetahui Woo Young lah putra Deok Jin.
Ji Hoon mengulurkan tangan pada Woo Young.
Ji Hoon : Senang bertemu denganmu.
Tapi Woo Young dengan dingin, memberikan kertas ke tangan Ji Hoon.
Woo Young : Kau membutuhkan ini, bukan?
Deok Jin lalu menyuruh Woo Young menunggunya diluar.
Woo Young keluar.
Ji Hoon : Dia pasti sangat membenciku.
Deok Jin : Sudah kubilang. Omong-omong, kau punya file baru. Mari kita bahas bisnis dahulu.
Ji Hoon : Tentu.
Da Jung dan Ae Rin di kafe. Ae Rin tengah membaca proposal acara yang ditawarkan ke Da Jung. Dan ia tampak kesal.
Ji Hoon datang. Ia senang melihat Da Jung tapi melihat Da Jung menghela nafas, ia tak berani mendekati Da Jung.
Ji Hoon lalu duduk tak jauh dari Da Jung.
Ae Rin : Mereka sudah gila. Mereka ingin kau memandu acara tentang perceraian?
Da Jung bilang, jika ia tak menerima acara itu, ia bisa dipecat.
Ji Hoon kaget mendengarnya.
Ae Rin tanya alasannya. Da Jung bilang, JBC hanya mempekerjakan tiga orang setelah masa percobaan dan hanya ia yang tak punya acara.
Da Jung : Ae Rin-ah, jika aku menerima tawaran ini bisakah kau membantuku?
Ae Rin : Aku marah, jadi, ayo nikmati makanan pedas yang membakar perut kita.
Da Jung : Tidak. Aku tidak berselera.
Ae Rin : Jangan seperti itu. Ikut aku. Kau selalu menyantap makanan pedas saat sedang stres.
Da Jung : Lain kali saja.
Ae Rin : Aku bisa lihat dari wajahmu bahwa kau belum makan sekali pun.
Da Jung menyusuri trotoar sambil menunduk. Saat mendongak, dia terkejut melihat Ji Hoon muncul mendadak di depannya.
Ji Hoon : Astaga, area ini pasti punya chi yang bagus. Aku bertemu denganmu setiap di sini.
Da Jung : Kau di sini karena pekerjaan?
Ji Hoon : Ya. Benar. Karena kau.
Da Jung bingung, apa?
Ji Hoon : Aku kemari karena kau, agar aku bisa melihatmu. Aku serius.
Ji Hoon menunjuk ke arah mobilnya di sebrang jalan.
Ji Hoon : Lihat. Aku pergi setelah rapat bisnis. Aku melihatmu berjalan di trotoar, lewat. Jika belum makan malam, bisa ikut aku?
Da Jung : Aku terlambat makan siang.
Ji Hoon : Kalau begitu, bisakah kau duduk di depanku? Aku tidak bisa makan sendiri.
Ji Hoon bahkan pura-pura kelaparan dan kehabisan tenaga agar Da Jung mau menemaninya.
Da Jung pun tertawa. Ji Hoon senang Da Jung tertawa lagi.
Ji Hoon mengajak Da Jung makan di restoran biasa.
Ji Hoon : Chef di sini menyajikan makanan lezat. Daging tumis pedasnya sangat enak.
Wanita pemilik restoran datang.
“Lihat dirimu Ji Hoon. Darimana saja kau selama ini? Kau membuatku sedih.”
“Maafkan aku. Ini musim bisbol. Aku sibuk.” jawab Ji Hoon.
Wanita itu lalu melirik Da Jung dan terkejut.
“Bukankah kau Jung Da Jung?”
“Kau mengenalku?”
“Aku penggemar beratmu. Tapi, ada apa diantara kalian? Kau tidak pernah membawa wanita ke sini.”
Ji Hoon bilang Da Jung hanya teman dekatnya.
Ji Hoon : Jangan salah paham. Aku pesan daging pedas.
Wanita itu langsung beranjak ke dapur.
Ji Hoon : Benar juga. Bu, masukkan banyak bubuk cabai! Buat yang pedas hingga membakar perut!
Wanita itu heran, banyak bubuk cabai? Dia bahkan tidak bisa makan makanan pedas.
Wanita itu lantas memasukkan banyak bubuk cabai sesuai permintaan Ji Hoon.
Ji Hoon menelan ludah melihat tumis daging pedas di hadapannya tapi demi Da Jung, ia pun coba menyantapnya. Dan tentu saja, dia kepedasan tapi di depan Da Jung, dia berpura-pura menikmatinya. Dia juga bilang rasa stresnya jadi berkurang.
Da Jung tak mau makan. Ji Hoon memohon.
Da Jung pun mau makan. Ji Hoon meminta satu mangkuk nasi lagi.
Da Jung makan dengan lahap.
Saat hendak pergi, pemilik restoran meminta tanda tangan Da Jung karena ia mau memajangnya. Saat tengah meminta tandatangan Da Jung, terdengar teriakan pengunjung lain dari dalam restoran.
Pemilik restoran meminta Da Jung menandatanganinya dan meletakkan tandatangannya di meja.
Wanita pemilik restoran lalu lari ke dalam restorannya.
Da Jung : Ini terasa aneh. Aku hanya menandatangani kontrak sampai sekarang.
Ji Hoon : Tunggu.
Ji Hoon lalu lari ke mobilnya dan kembali lagi ke Da Jung membawa sarung tangan bisbolnya.
Ji Hoon : Ini. Ini sarung tangan yang kupakai untuk pertandinganku. Tanda tangani sarung tanganku dahulu. Aku penggemar nomor satumu.
Da Jung kaget, apa?
Ji Hoon : Ayolah. Kumohon. Ini sangat penting bagiku.
Da Jung tertawa, lalu memberikan tandatangannya ke sarung tangan Ji Hoon.
Ji Hoon kembali ke mobilnya dengan plastik berisi obat pencernaan.
Ji Hoon : Astaga, aku terbakar. Ini menyiksaku.
Ji Hoon lalu meminum obatnya.
Setelah itu, Ji Hoon melihat pesan dan tandatangan Da Jung di sarung tangannya.
Da Jung : Aku akan selalu mendukungmu. Dari Jung Da Jung.
Ji Hoon tersenyum.
Woo Young kaget mendengar cerita Ae Rin soal Da Jung yang kehilangan semua acaranya di JBC.
Ae Rin : Tapi dia mendapat tawaran memandu acara tentang perceraian.
Woo Young : Apa yang ingin dia lakukan?
Ae Rin : Dia pikir ini kesempatan terakhirnya.
Woo Young : Jadi, dia harus menerimanya.
Ae Rin tak setuju.
Ae Rin : Jika acara ini tayang, orang-orang akan bicara. Kita bahkan tidak tahu bagaimana reaksi orang-orang. Ini bisa berdampak buruk bagi Da Jung dan anak-anakmu.
Woo Young : Aku yakin dia menyadarinya. Tapi jika dia pikir ini kesempatan terakhirnya dan jika dia harus melakukannya, kurasa dia membuat keputusan ini bukan untuk dirinya sendiri.
Woo Young berjalan menyusuri jalan. Lalu dia mendongak ke langit dan teringat masa lalunya.
Flashback…
Dae Young, Da Jung dan kedua anak mereka sedang melihat kembang api di atap gedung rumah mereka.
Da Jung : Mereka tumbuh begitu cepat. Aku ingin mereka melambat sedikit.
Dae Young : Benar. Sedih melihat mereka tumbuh begitu cepat.
Da Jung : Setelah dewasa, mereka tidak akan ikut melihat kembang api, bukan?
Dae Young : Tidak apa-apa. Kita saling memiliki.
Da Jung : Dae Young-ah, sebenarnya aku dapat hasil dari wawancara untuk posisi pembaca berita.
Dae Young : Benarkah? Kau mendapatkannya?
Da Jung : Aku tidak berhasil.
Dae Young pun kesal karena Da Jung mengatakan itu sambil tersenyum.
Da Jung : Aku bahagia. Saat aku pergi wawancara, kenyataan bahwa aku berada di stasiun TV membuatku sangat bahagia. Jadi, aku akan berusaha maksimal. Aku ingin menunjukkan kepada anak-anak kita caraku mencoba menantang diriku sendiri. Dan aku akan mewujudkan impianku dan membuat mereka bangga sebagai ibu yang keren.
Dae Young : Ya. Aku yakin kau bisa.
Flashback end…
Sekarang, Da Jung berada di tempat itu sendirian.
Da Jung lalu mengirim pesan ke grup keluarga mereka.
Da Jung : Kalian pulang terlambat malam ini?
Si A bilang, dia punya rencana dan akan pulang terlambat.
Sementara Si Woo akan latihan basket sebelum pulang dan Nyonya Hong juga akan pulang terlambat.
Da Jung kecewa. Dia bilang tak mau melihat kembang api sendirian.
Woo Young tiba-tiba muncul di depannya. Da Jung kaget. Woo Young bilang ingin memberi sesuatu pada Da Jung.
Woo Young memberikan foto-foto Da Jung saat di festival dulu.
Da Jung : Astaga, aku tidak tahu foto-foto ini masih ada.
Woo Young : Aku sedang bersiap untuk festival. Menurutku, mereka keren.
Da Jung : Omong-omong, bagaimana kau tahu ada aku di foto ini? Aku banyak berubah.
Woo Young : Astaga, tidak. Kau masih cantik.
Da Jung heran dengan jawaban Woo Young.
Woo Young yang sadar dia keceplosan, berdalih kalau Si A mirip dengan Da Jung.
Woo Young lalu menunjukkan foto-foto Si A di ponselnya.
Tak hanya foto Si A, dia juga menunjukkan videonya dan Si Woo saat mereka di pertandingan.
Woo Young : Bukankah dia luar biasa? Matanya berubah setiap kali dia bermain basket.
Da Jung : Seharusnya aku lebih sering datang ke pertandingannya. Sayang sekali.
Woo Young : Kau sibuk bekerja. Kau membesarkan mereka sebagai ibu yang bekerja. Kau luar biasa.
Da Jung : Kenapa kau bicara seperti orang dewasa?
Woo Young : Mungkin tidak terlihat, tapi aku berjiwa tua. Aku masih gugup membuat kesalahan sebelum pertandinganku. Tapi saat melihatmu di TV, kau tidak tampak gugup sama sekali. Dan kau tidak pernah membuat kesalahan. Setiap kali melihatmu di TV, aku selalu menganggapmu keren.
Da Jung : Astaga. Tidak.
Woo Young : Aku serius. Si A dan Si Woo juga mendukungmu.
Da Jung : Benarkah?
Woo Young : Ya. Jadi, kau harus terus menunjukkan kehebatanmu di TV.
Da Jung : Terima kasih.
Mereka lalu saling menatap.
Tepat saat itu, kembang api mulai terlihat.
Da Jung tersenyum melihat kembang api.
Woo Young menatap Da Jung dan bicara dalam hati.
Woo Young : Da Jung-ah, kau melakukannya dengan baik. Jadi jangan khawatir. Aku yakin kau akan berhasil lagi.
Woo Young lalu ingin membelai kepala Da Jung tapi dia sadar dirinya adalah Woo Young, jadi dia mengurungkan niatnya.
Da Jung masih menikmati kembang api.
Woo Young mengalihkan pandangannya dari Da Jung dan terlihat sedih.
Narasi Dae Young terdengar.
Dae Young : Beberapa hal kau sadari setelah kau kehilangan mereka.
Da Jung mengantar Woo Young keluar.
Da Jung : Terima kasih untuk hari ini. Hati-hati di jalan.
Da Jung tersenyum ke Woo Young.
Terdengar narasi Dae Young.
Dae Young : Senyum orang terkasihku. Waktu yang kau habiskan bersama keluargamu. Saat memilikinya, aku tidak menyadari betapa berharganya mereka.
Woo Young ingat saat-saat bahagianya dulu dengan Da Jung dan anak-anaknya.
Woo Young berjalan dan berhenti di depan penyebrangan.
Disamping Woo Young, ada bocah perempuan.
Lalu ibu sang bocah yang berdiri di seberang jalan, memanggil putrinya.
“Yoo Joo-ya!”
“Eomma!”
Yoo Joo lari ke ibunya. Tepat saat itu, sebuah mobil layanan parsel melaju ke arah Yoo Joo.
Woo Young yang melihat itu, bergegas lari melindungi Yoo Joo.
Adegan berpindah pada Dae Young yang dibawa ke ruang operasi.
” Dia mengalami kecelakaan mobil. Hong Dae Young, lahir tahun 1983.” ucap dokter.
Kamera menyorot Dae Young yang wajahnya terluka.
Bersambung…
Epilog :
Da Jung mendorong troli nya yang penuh belanjaan ke tempat penitipan anak.
Da Jung lalu berteriak, memanggil Dae Young yang asik bermain dengan Si A dan Si Woo.
Karena Dae Young gak mendengar, petugas membantu Da Jung memanggil Dae Young.
“Dae Young-ah, ibumu memanggilmu.”
Dae Young langsung berdiri dan bergegas menghampiri Da Jung. Si petugas kaget mengetahui siapa Dae Young.
Dae Young : Biarkan anak-anak bermain sebentar lagi. Mereka bersenang-senang.
Da Jung : Kafe anak-anak sangat nyaman. Tapi kenapa sekarang, saat mereka sudah besar?
Lalu ada bocah laki-laki mendekati Si A. Dia mengajak Si A main dengannya. Bocah laki-laki itu lalu menggandeng Si A ke tempatnya.
Dae Young sewot melihat tangan anak gadisnya dipegang. Da Jung bilang, mungkin itu teman Si A.
Lalu ibu si bocah laki-laki memanggil.
“Ja Sung-ah.”
Dae Young : Ja Sung? Kurasa dia bukan temannya.
Da Jung : Aku yakin saat Si A membawa pulang calon suami, kau akan mengamuk.
Dae Young : Apa?
Da Jung : Bukankah sudah jelas? Dia akan berkencan dan punya pacar nanti. Dia juga akan menikah. Apa yang akan kau lakukan saat dia membawa pacarnya pulang?
Dae Young : Pertama, aku akan mematahkan kakinya. Lalu jika dia baik, aku akan sembuhkan kakinya. Jika dia orang jahat, akan kupatahkan kaki satunya.
Da Jung : Astaga. Kurasa Si A tidak akan bisa menikah di kehidupan ini.
Dae Young : Jangan membahas hal seperti itu. Aku sudah sedih.
Da Jung : Sepertinya aku membesarkan tiga anak, bukan dua anak. Kemarilah, Sayang. Anakku yang malang. Apa kau sedih? Begitukah?
Da Jung lalu menepuk-nepuk pipi Dae Young.
Dae Young pun tersenyum.
Mereka lalu kembali menatap Si A yang kembali main dengan Si Woo.
