Tentangsinopsis.com – Sinopsis 18 Again Episode 8 Part 3, Untuk Kalian yang suka membacanya bisa simak juga daftar lengkap di tulisan yang ini. Segmen kedua dari cerita ini tertulis pada Episode sebelumnya baca di sini.
Il Kwon dipanggil oleh Kepala Sekolah Kang Jae Seon.
Kepala Kang bilang, dia yakin Il Kwon sudah tahu kalau tim bisbol SMA Suheung tersandung masalah penyuapan penerimaan kuliah secara ilegal.
Kepala Kang : Kudengar performa tim kurang baik karena pelatih memilih siswa berdasarkan suap yang dia terima. Aku harap kau tidak seperti itu.
Il Kwon membela diri meskipun dia memang melakukan hal itu.
Il Kwon bilang, dia memilih pemain berdasarkan keahlian mereka.
Kepala Kang : Penampilan tim menurun seiring berjalannya waktu. Bisakah kau mencapai kejuaraan nasional?
Ternyata disana, juga ada para direktur yang lain.
Il Kwon : Aku akan memeriksa keterampilan pemainku dan memutuskan daftar pemain utamaku sore ini. Jika kalian tidak memercayaiku, kalian bisa datang dan melihatnya sendiri.
Kepala Sekolah Kang bersama jajarannya melihat anggota tim berlatih. Mereka memuji skill Woo Young dan Si Woo.
Il Kwon kesal.
Karena ada Kepala Sekolah, Il Kwon tak punya pilihan selain memasukkan Woo Young dan Si Woo dalam daftar pemain utama. Selain mereka, Jin Hyuk dan Ja Sung juga masuk.
Kepala Sekolah senang dan bilang pada Il Kwon, dia menantikan pertandingannya.
Da Jung di kantornya, teringat kata-kata Ji Hoon padanya semalam.
Ji Hoon : Terkadang, berpikir dan bersikap sederhana adalah yang terbaik.
Da Jung lantas mengirim pesan di grup para orang tua.
Da Jung : Para Orang Tua Tim Basket. Aku Jung Da Jung, ibu Hong Si Woo. Pelatih Choi Il Kwon meminta uang sebagai ganti posisi bermain. Jadi, aku ingin berkumpul dan membahas ini secara langsung. Aku akan ke kafe di depan sekolah pukul 19.00.
Tapi tak ada yang datang.
Woo Young tiba-tiba datang. Ia beralasan, ayahnya sibuk bekerja jadi ia datang menggantikan ayahnya.
Da Jung : Kau tidak perlu tahu.
Woo Young : Itu berkaitan denganku, jadi, aku harus tahu.
Da Jung : Benar. Tapi sepertinya tidak ada yang datang. Aku harap aku tidak mendesak orang tua lainnya.
Woo Young : Aku suka itu. Kau berusaha memperbaiki keadaan untuk kami. Kau melakukan hal yang benar, jadi, jangan berpikir begitu. Mengerti?
Woo Young dan Da Jung akhirnya meninggalkan kafe.
Da Jung : Woo Young-ah, mulai sekarang jangan datang ke pertemuan seperti ini. Ini hal yang harus diselesaikan oleh orang dewasa. Kau bisa fokus bersiap-siap untuk pertandingan.
Tapi Da Jung bicara sambil memegangi perutnya.
Woo Young yang melihat itu, minta Da Jung menunggunya sebentar dan berlari pergi.
Da Jung menunggu Woo Young di depan kafe. Tak lama, Woo Young pun datang membawa obat. Woo Young menyuruh Da Jung minum obat yang dibawanya. Woo Young bilang itu pil pencernaan.
Da Jung berterima kasih. Setelah meminumnya, Da Jung tanya gimana Woo Young bisa tahu dia sakit perut.
Woo Young beralasan, dia seperti itu saat tertekan.
Woo Young lalu nanyain kondisi Da Jung. Dia tanya, apa Da Jung baik-baik saja.
Da Jung mengiyakan.
Tapi Woo Young tahu Da Jung masih kesakitan.
Woo Young : Ulurkan tanganmu.
Woo Young pun memijit tangan Da Jung. Sontak lah, Da Jung langsung teringat Dae Young. Dulu, Dae Young sering melakukan itu padanya saat ia sakit perut. Dae Young bilang itu sangat efektif mengurangi rasa sakit.
Dae Young : Bagaimana perasaanmu?
Da Jung : Aku merasa lebih baik.
Dae Young : Apa yang membuatmu stres kali ini?
Da Jung hanya menghela nafas.
Dae Young marah dan teriak.
Dae Young : Siapa yang membuat istriku kesulitan! Aku tidak akan membiarkan mereka!
Da Jung pun tersenyum mendengarnya.
Flashback end…
Woo Young masih memijat tangan Da Jung. Da Jung yang mulai baper, langsung menarik tangannya dan bilang dia sudah baik-baik saja.
Da Jung kemudian pamit dan pergi.
Da Jung tiba di rumah dan melihat ibunya sedang melipat kain di sofa.
Sang ibu tanya, kenapa dengan wajah Da Jung. Apa Da Jung ada masalah.
Da Jung tak mengaku, apa yang salah?
“Kau tidak bisa membodohi ibu. Kau bisa tahu kapan pun Si A berbohong, kan? Ibu juga sama.”
“Tidak ada masalah.”
“Kau tidak akan bisa perbaiki kebiasaan itu dengan tidak berbagi perasaanmu.”
Sang ibu lalu teringat saat dulu Da Jung masih mengandung Si Woo dan Si A.
“Kau bukan anak kecil lagi. Kau juga harus bertanggung jawab atas anak-anakmu.”
Air mata Da Jung langsung keluar. Da Jung berterima kasih pada ibunya, juga minta maaf. Da Jung lalu memeluk ibunya.
Flashback end…
“Waktu cepat berlalu.” ucap ibu Da Jung.
Si A keluar dari kamar dan protes pada Da Jung karena Da Jung sudah membuang kertas-kertas di mejanya.
Da Jung bilang dia hanya merapikan meja Si A saat bersih-bersih.
Si A : Astaga. Sudah kubilang jangan sentuh barang-barangku!
Da Jung : Kenapa kau marah? Kenapa kau tidak membersihkan kamar?
Si A : Siapa yang minta tolong ibu? Astaga, aku kesal sekali.
Da Jung : Kesal? Apa itu pantas diucapkan kepada ibumu?
Si A : Ibu menyentuh barangku tanpa izin. Tentu aku kesal.
Si A lalu minta pembelaan neneknya. Dia menyuruh neneknya menasehati ibunya agar ibunya berhenti melakukan itu. Tapi dia balik dimarahi neneknya.
“Hong Si A. Kenapa kau bersikap seperti itu kepada putriku? Aku tidak akan memaafkan siapa pun yang membuat putriku marah. Bahkan jika orang itu adalah cucuku. Minta maaflah kepada ibumu sekarang.”
Si A pun langsung minta maaf pada ibunya dan masuk ke kamar.
Da Jung lalu duduk di samping ibunya.
Da Jung : Putriku mirip denganku seperti kata ibu.
Ibu Da Jung : Anak-anak memang tidak dewasa. Aku ibu dan nenek karena ada di sini, tapi di depan ibuku, aku hanya putrinya. Jadi, kau bisa hidup sebagai ibu di depan anak-anakmu, tapi bagi ibu, kau bisa menjadi putri selamanya. Jika ada yang membuatmu kesal, beri tahu ibu. Ibu selalu memihakmu.
Da Jung menyenderkan kepalanya ke bahu ibunya.
Da Jung : Aku bahkan belum makan, tapi aku sudah merasa kenyang.
Ibu Da Jung : Apa yang kau lakukan sampai sekarang tanpa makan malam? Ibu akan membuatkanmu makanan, jadi, ganti pakaianmu.
Da Jung makin glendotan manja ke ibunya.
Da Jung : Terima kasih, Bu.
Sang ibu tertawa, astaga.
Paginya, Woo Young ke makam ibunya. Dia membawa bunga.
Woo Young : Aku disini, bu. Ibu ingat wajah putra ibu? Ibu lebih mengenal wajah ini? Aku pulang ke rumah setelah sekian lama. Aku melihat foto Ibu di dinding dan ibu terlihat sama. Itu adalah wajah yang sangat ingin kulihat.
Flashback…
Ibu Dae Young ternyata guru bahasa isyarat. Dia mengajar para lansia yang tidak bisa bicara.
Dae Young datang. Dia berdiri di pintu dan bicara dengan bahasa isyarat pada ibunya.
Dae Young : Kerja bagus, ibu. Aku akan menunggu di luar.
Ibu Dae Young : Baiklah. Ibu hampir selesai.
Dae Young pergi. Tapi tiba-tiba saja, ibu Dae Young merasa kesakitan di dadanya.
Pak Hong membawa istrinya ke rumah sakit khusus kanker. Ibu Dae Young mengidap kanker pankreas.
Ibu Dae Young sedih. Dia mengkhawatirkan Dae Young.
Hari terus berlalu. Dae Young yang baru pulang, mendapati ayahnya sedang minum-minum.
Dae Young diantarkan ibunya keluar.
Dae Young : Ibu, kenapa ayah banyak minum belakangan ini?
Ibu Dae Young tak menjawab dan tanya, apa Dae Young sudah mengemas kaus kakinya? Ibu Dae Young juga tanya soal handuk.
Dae Young : Aku sudah mengemas semua.
Ibu Dae Young : Jangan memaksakan diri karena ini pertandingan tandang dan jangan terluka.
Dae Young : Tapi apa ibu sakit?
Ibu Dae Young : Kenapa kau membuang tenaga karena mengkhawatirkan ibu? Fokus saja pada dirimu selama pertandingan, ya?
Dae Young mengerti. Tapi sang ibu tiba-tiba saja memeluknya.
“Dae Young-ah, kau tahu bahwa ibu sangat menyayangimu, kan?
“Astaga, aku merinding. Kenapa berkata begitu?”
Sang ibu lalu menyuruh Dae Young berangkat. Sang ibu menatap kepergiannya dengan wajah sedih.
Dae Young dan tim nya menang.
Di tengah suka cita berhasil memenangkan pertandingan, pelatih datang membawa kabar buruk untuk Dae Young.
Ibu Dae Young meninggal.
Sang ayah menjelaskan, bahwa operasi ibu tidak berjalan lancar.
Dae Young bingung, operasi apa? Kenapa ibu dioperasi?
Dae Young lalu menyuruh ayahnya membangunkan ibunya.
“Dae Young-ah, ibumu sakit parah.”
Dae Young tambah marah.
“Kenapa aku baru tahu ibu sakit! Kenapa ayah diam saja! Kenapa ayah tidak memberitahuku!”
“Itu semua demi dirimu.”
Pak Hong mau memeluk Dae Young. Tapi Dae Young yang marah, mendorong ayahnya.
Dae Young kemudian memeluk jasad ibunya.
Kita lalu diperlihatkan flashback saat Dae Young berniat meninggalkan rumah setelah Da Jung hamil.
“Hei! Tidak ada orang tua yang mau hidup anak mereka hancur!”
“Ayah terdengar benar-benar peduli padaku. Ayah sungguh peduli padaku? Ayah sangat peduli sampai menyembunyikan penyakit ibu dariku? Karena itu ayah menyuruh Da Jung melakukan aborsi? Pernahkah ayah berpikir di posisiku? Ayah hanya minum-minum setiap hari. Jangan bilang itu demi keluarga. Ayah tidak melakukan apa pun demi keluarga ini.”
Tak mau Dae Young pergi, Pak Hong mengancam tidak akan menganggap Dae Young anak lagi jika Dae Young pergi tapi Dae Young tak peduli dan tetap pergi.
Sekarang ayah dan anak itu bertemu di pemakaman Nyonya Hong.
Dae Young yang hendak pergi, bertemu ayahnya yang baru datang.
“Bukankah kau Woo Young? Kenapa kau kemari?”
“Ibuku beristirahat di sini.”
“Kau masih sangat muda. Sayang sekali.”
Pak Hong pergi, menuju makam istrinya.
Dae Young yang melihat itu, bergegas menyusul ayahnya dan membantu ayahnya membawa barang-barang.
Bersama mereka ke makam Nyonya Hong.
“Hari ini hari peringatan kematiannya? Sama dengan istriku. Istriku juga meninggal beberapa tahun lalu. Sudah bertahun-tahun sejak aku datang di hari peringatannya.”
“Kenapa?”
“Putraku tidak bisa bersama ibunya yang sekarat karena aku. Seharusnya aku memberinya waktu untuk mengucapkan perpisahan. Aku menyesal tidak melakukan itu. Sejak saat itu, aku ingin dia menghabiskan waktu bersamanya di hari peringatannya, jadi, aku selalu datang sehari setelahnya. Tapi dia di Busan tahun ini, jadi, aku datang tepat waktu. Bahkan saat itu, sepertinya tadi dia datang. Aku selalu melihat bunga itu, tapi aku tidak tahu apa itu.
“Itu bunga hyacinthus.”
“Nama yang sangat sulit.”
Dae Young minta maaf. Pak Hong bingung Woo Young minta maaf padanya. Dae Young bilang itu arti bunganya.
“Dia tidak perlu minta maaf. Kami minta maaf sebagai orang tuanya.”
Pak Hong lalu menyapa istrinya dan membersihkan makam istrinya.
Sekarang, Woo Young dan Pak Hong ada di bis yang sama. Pak Hong duduk di kursi prioritas di depan Woo Young.
Woo Young berubah menjadi Dae Young. Dae Young menatap ayahnya yang duduk di kursi prioritas. Dae Young lalu bilang dalam hatinya, kalau dia tak mau hidup seperti ayahnya karena ayahnya adalah pria yang egois.
Bersambung ke part 4…