Tentangsinopsis.com – Sinopsis 18 Again Episode 6 Part 4, Baca jika Kalian ingin melihat dari bagian full episode silahkan di tulisan yang ini. Jika Kalian suka dan ingin melihat part 3 Episode sebelumnya baca di sini.
Ji Hoon sedang nge-gym saat Da Jung menelponnya.
Ji Hoon tersenyum lebar membaca nama Da Jung di layar ponselnya. Dia senang Da Jung menghubunginya.
Ji Hoon : Astaga, kenapa kau menelpon pagi ini?
Da Jung keluar dari rumahnya, membawa paper bag yang tentu saja berisi sepatu pemberian Ji Hoon.
Da Jung : Sepatu yang kau berikan waktu itu. Kurasa ini terlalu mahal untuk kuterima sebagai niat baik.
Ji Hoon : Astaga. Sudah kubilang, aku tidak membutuhkannya.
Da Jung : Kalau begitu, aku akan membayarnya.
Tak mau membuat Da Jung marah, terpaksa lah Ji Hoon menyuruh Da Jung membawa sepatunya ke stadion bisbol nanti.
Da Jung : Baiklah, sampai nanti.
Ji Hoon lalu tanya ke rekannya, pukul berapa rekannya diwawancara nanti.
Rekannya bilang pukul 3 sore.
Ji Hoon senang. Dia fikir Da Jung yang akan mewawancarai rekannya.
Yu Mi baru aja selesai dengan wawancaranya. Ji Hoon ke lapangan, mencari Da Jung.
Ji Hoon : Kupikir Pembaca Berita Jung datang hari ini.
Yu Mi : Aku akan melakukan wawancara mulai sekarang.
Ji Hoon kaget, kenapa?
Yu Mi : Karena berita tentang perceraian Da Jung, dia membuat kesal semua orang di JBC. Kenapa dia harus bercerai dan menurunkan reputasinya seperti itu?
Ji Hoon pun kesal dengan omongan Yu Mi. Dia tanya, apa perceraian bisa menurunkan reputasi seseorang.
Yu Mi : Dia mungkin bermasalah jika bercerai, bukan? Pembaca berita juga tokoh masyarakat.
Ji Hoon : Aku tokoh masyarakat, jadi, aku tahu ini. Reputasi runtuh jauh lebih mudah dengan mengatakan hal yang salah daripada bercerai.
Yu Mi : Apa?
Ji Hoon : Bagi sebagian orang, bercerai mungkin berita besar, tapi bagi orang lain, itu keputusan besar.
Yu Mi terdiam mendengar kata-kata Ji Hoon.
Ji Hoon : Aku cemas saat orang mendengarmu mengatakan itu, itu bisa merusak reputasimu.
Ji Hoon pergi.
Yu Mi kesal Ji Hoon membela Da Jung.
Si Woo yang lagi jalan di halaman sekolah, melihat Woo Young dengan seorang ibu.
Ibu itu tidak bisa bicara. Dia menanyakan dimana ruang guru untuk tingkat 11 dengan bahasa isyarat.
Dengan bahasa isyarat, Woo Young ngasih tahu kantor guru tingkat 11 ada di lantai dua.
Setelah ibu itu pergi, Si Woo nyamperin Woo Young.
Si Woo gak nyangka Woo Young pandai bahasa isyarat. Dia memuji Woo Young serba bisa.
Woo Young : Ini bukan apa-apa.
Si Woo : Woo Young-ah, aku harus belajar penilaian keterampilan, jadi, tidak bisa latihan malam ini.
Woo Young : Penilaian keterampilan?
Si Woo : Ya, penilaian besok adalah ujian matematika. Kau belum melakukannya?
Woo Young : Aku harus mengusahakannya.
Si Woo : Kau tidak melakukannya?
Si Woo lalu ngajak Woo Young mengerjakannya di rumahnya.
Woo Young senang dan langsung mengiyakan.
Woo Young mengajak Si Woo ke rumahnya.
Woo Young meletakkan sekotak kue di atas meja.
Si Woo bilang, Woo Young gak perlu bawa apapun ke rumahnya.
Woo Young : Bagaimana bisa?
Si Woo : Tidak seorang pun di keluarga kami memakan ini.
Woo Young : Astaga, kau tidak tahu.
Woo Young lalu melihat-lihat rumahnya dan menemukan setumpuk piring kotor.
Woo Young langsung mencucinya.
Si Woo melihat itu tanya Woo Young mau apa.
Woo Young : Si Woo-ya, kau bisa belajar. Aku akan mencuci piring.
Si Woo bingung, apa?
Woo Young : Tidak apa-apa. Belajar.
Da Jung pulang. Dia langsung mengomeli Dae Young yang kerjaannya cuma minum-makan-nonton di matanya.
Dae Young bilang, itu hari liburnya.
Dae Young : Biarkan aku minum.
Da Jung : Kenapa kau tidak bisa bersih-bersih? Memang ada tukang bersih-bersih?
Dae Young : Biarkan saja. Aku akan bersih-bersih nanti.
Da Jung : Kapan?
Dae Young : Setelah ini.
Da Jung : Berapa sering kau melakukan pekerjaan rumah?
Dae Young agak terdiam mendengar pertanyaan Da Jung. Tapi setelahnya dia bilang 50 persen.
Da Jung membantah. Tidak, lebih seperti 30 persen.
Dae Young : Apa? Itu terlalu sedikit.
Da Jung tambah marah dan mematikan tivi.
Dae Young sewot. Da Jung gak peduli dan masuk kamar.
Dae Young nyalain tivinya lagi dan lanjut nonton pertandingan bisbol.
Semua itu hanya lamunan Woo Young.
Woo Young pun bergumam, menyebut dirinya menyedihkan karena tidak melakukan 30 persen yang dibilang Da Jung.
Si Woo menatap Woo Young.
Si Woo : Woo Young-ah, kau tidak mengerjakan penilaianmu?
Woo Young : Aku baik-baik saja. Kau bisa terus belajar.
Woo Young lanjut nyuci piring.
Si A pulang, sama Bo Bae.
Woo Young menegur Si A. Kau sudah pulang?
Si A langsung nyolot melihat Woo Young.
Si A : Apa yang kau lakukan!
Bo Bae memuji Woo Young. Dia bilang Woo Young calon suami yang baik.
Si A menatap sewot Bo Bae.
Si A : Calon suami? Mana mungkin. Kau pikir mencuci piring di rumah orang lain itu normal?
Woo Young tanya, apa Si A sudah makan.
Si A : Kenapa kau peduli? Memang kau ayahku?
Woo Young terdiam mendengar kata Si A, tapi abis itu dia nyengir.
Si A mengajak Bo Bae menonton tivi sebelum mengerjakan penilaian.
Si A dan Bo Bae nonton pertandingan bisbolnya Ji Hoon.
Si A : Itu Ji Hoon kita.
Si A juga memuji Ji Hoon hebat.
Woo Young pun sewot.
Woo Young : Apa? Ji Hoon kita? Dia pria tua! Dan tentu saja bukan milikmu.
Si A : Memangnya kau siapa bisa mengaturku?
Woo Young gemes. Dia kepengen bilang kalau dia itu ayah Si A tapi gak bisa.
Akhirnya Woo Young hanya bisa bilang kalau pria seperti Ji Hoon adalah pria yang harus Si A waspadai.
Si A makin sewot, apa?
Ponsel Woo Young bunyi. Telepon dari emaknya Da Jung. Woo Young pun langsung kabur ke kamar mandi.
Si A makin kesal, siapa dia mengatakan itu tentang Ji Hoon!
Di kamar mandi, Woo Young menjawab telepon dari ibu mertuanya.
Woo Young : Ya, ibu?
Sang ibu mertua sewot karena Dae Young memutuskan cerai tanpa mendatanginya terlebih dahulu.
Woo Young minta maaf.
“Terserah. Kau dimana?”
Woo Young ngaku masih di Busan.
“Masih?”
“Maafkan aku.”
“Bukankah sudah semestinya meminta maaf secara langsung?”
“Maafkan aku. Aku akan segera pergi menemui ibu.”
“Terserah. Sampai jumpa.”
Mak nya Da Jung mutusin teleponnya gitu aja.
Lalu dia masuk ke rumah Da Jung. Wkwkwk….
Woo Young menatap cermin di toilet. Dia bingung, segera? Bagaimana aku akan minta maaf dengan wajah ini?
Si A dan Si Woo mengajak neneknya masuk.
Si Woo : Nenek pasti lelah setelah perjalanan panjang.
Si Woo : Kenapa nenek tidak menelepon sebelum datang?
Nyonya Yeo : Aku hanya ingin mengejutkan cucu-cucuku.
Nyonya Yeo membawa kopernya, melintasi kamar mandi. Bersamaan dengan itu, Woo Young keluar dari kamar mandi. Keduanya sama-sama kaget.
Melihat Nyonya Yeo, Woo Young langsung membungkukkan badannya dan meminta maaf.
Nyonya Yeo terus memperhatikan Woo Young. Woo Young nutupin mukanya pake tangan.
Si Woo ngenalin Woo Young ke neneknya. Dia bilang ke neneknya Woo Young temennya dan ke Woo Young, dia bilang Nyonya Yeo neneknya.
Woo Young lalu nyengir menatap Nyonya Yeo.
Woo Young : Halo.
Setelah itu, dia bilang ke Si Woo kalau dia harus pergi.
Woo Young ngambil tasnya dan buru-buru pergi.
Nyonya Yeo menatap Si A sambil menunjuk ke arah pintu.
Nyonya Yeo : Si A-ya, kau harus berhati-hati dengan pria yang terlihat seperti itu.
Si A bingung, apa?
Woo Young masih diluar. Dia berdiri menyender ke pintu, berusaha nenangin hatinya.
Lampu teras kembali berkedip-kedip. Woo Young mendongak, melihat lampu yang akan putus, lalu pergi.
Tanpa dia sadari, si kuteks hitam kembali memotretnya.
Ji Hoon masih di lapangan saat Da Jung datang. Da Jung melihat Ji Hoon latihan sendirian.
Da Jung : Kau masih disini? Semua orang sudah pulang. Kau bekerja sangat keras.
Ji Hoon : Aku bosan saat menunggumu.
Da Jung : Maaf aku datang terlambat.
Ji Hoon tanya, apa Da Jung baik-baik saja.
Da Jung bilang iya dan nunjukin kakinya yang sudah sembuh padahal maksud Ji Hoon bukan soal kakinya.
Da Jung ngembaliin sepatu Ji Hoon.
Tapi Ji Hoon nyuruh Da Jung make sepatu itu sekali lagi.
Da Jung bingung, apa?
Ji Hoon : Bantu aku berlatih selagi kau di sini.
Da Jung : Sekarang?
Ji Hoon : Katamu kau berutang kepadaku. Pakai sepatunya dan kita main.
Ji Hoon menghibur Da Jung. Ia menyuruh Da Jung fokus memperhatikan bola yang akan ia lempar
Ji Hoon mulai melempar, tapi bukan memukul, Da Jung malah berteriak takut.
Da Jung : Apa ini sungguh membantumu berlatih?
Ji Hoon : Tentu saja. Sekali lagi! Fokuslah sedikit lagi. Berdiri dengan mantap dan lemaskan bahumu.
Ji Hoon mulai melempar dan Da Jung berhasil membuat home run.
Da Jung senang. Ji Hoon tertawa melihat Da Jung tertawa.
Ji Hoon mendekati Da Jung. Dia senang melihat Da Jung senang. Tapi Da Jung tahu kalau Ji Hoon sengaja memberinya lemparan yang mudah.
Ji Hoon : Kau tetap memukulnya. Meski sulit dan membuat frustrasi, saat terus berusaha, pasti berhasil sekali.
Da Jung : Ya.
Ji Hoon : Jangan takut hanya karena kau mendapatkan strike. Kau tidak pernah tahu akan memukul bola, mendapatkan bola, atau mencetak home run sebelum mengayunkan pemukulmu. Jadi, kau harus terus mengayunkan pukulan sampai akhir.
Mendengar nasehat Ji Hoon, Da Jung tanya, apa Yu Mi memberitahu Ji Hoon. Ji Hoon : Begitulah. Da Jung curhat. Dia pikir, semua akan sempurna setelah dia menjadi pembaca berita.
Da Jung : Tapi bekerja di perusahaan tidak semudah itu. Setelah perceraianku menjadi informasi publik, aku kehilangan semua posisiku. Aku berusaha bertahan, tapi aku merasa kasihan kepada anak-anakku. Belakangan ini, aku tidak yakin mencoba meraih impianku atau aku terlalu ambisius. Aku tidak tahu sekarang.
Ji Hoon : Apa salahnya menjadi ambisius? Sejak aku memutuskan untuk menjadi pemain bisbol, aku selalu ambisius.
Da Jung tak percaya. benarkah? Kau?
Ji Hoon : Saat pemain lain mendahuluiku meski kupikir aku lebih baik, aku tidak bisa tidur malam itu karena marah. Aku terlalu banyak berlatih, terluka, dan membuat orang lain tidak nyaman. Tapi ada orang yang memercayaiku sampai akhir. Jadi, kau harus membidik tinggi. Keluargamu akan mendukungmu.
Da Jung pun berterima kasih atas wejangan Ji Hoon.
Ji Hoon : Sama-sama. Aku penggemar nomor satumu.
Mendengar Ji Hoon bilang kalau dia penggemar nomor satu Da Jung, Da Jung kaget. Dia teringat hadiah dan kartu ucapan dari penggemar nomor satunya. Dia pikir Ji Hoon lah yang memberinya sepatu itu. *Tapi apakah benar Ji Hoon? Karena ada Woo Young juga disana.
Ji Hoon lantas ingin mengatakan sesuatu pada Da Jung, tapi gak jadi gegara ponselnya bunyi.
Ji Hoon pun kaget.
Ji Hoon : Dia mungkin akan pulang. Kau harus tetap di rumah. Aku akan mencarinya.
Usai menerima telepon, Ji Hoon bilang pada Da Jung kalau dia harus segera pulang sekarang.
Da Jung tanya, apa yang terjadi.
Ji Hoon terdiam sejenak sebelum akhirnya memberitahu Da Jung kalau putrinya menghilang.
Ji Hoon langsung pergi.
Da Jung kaget, putri?
Dalam perjalanan pulang, Ji Hoon dapat telepon dari kantor polisi.
“Apa ini wali Ye Seo Yeon?”
Ji Hoon kaget, polisi?
Di kantor polisi, Seo Yeon terus menangis.
Seorang pria yang sedang duduk, meregangkan badannya.
Seorang detektif masuk dan menyuruh pria itu pulang. Ternyata pria itu seorang reporter. Detektif bilang, Reporter Kim tidak akan mendapatkan berita apapun malam itu jadi dia menyuruh Detektif Kim pulang.
Reporter Kim : Baiklah. Aku mau ke toilet.
Bersamaan dengan itu, Ji Hoon datang. Reporter Kim terkejut melihat Ji Hoon tiba-tiba muncul di kantor polisi.
Ji Hoon langsung mendekati Seo Yeon yang terus menangis.
Ji Hoon : Seo Yeon-ah, kau baik-baik saja? Kau terluka? Kenapa kau pergi tanpa memberitahu kami?
Kedua detektif yang duduk di depan mereka, bingung. Mereka penasaran hubungan Ji Hoon dan Seo Yeon.
Detektif bilang mereka menemukan Seo Yeon di depan RS Mirae dan Seo Yeon membawa sebuah foto.
Ji Hoon pun terdiam melihat foto yang dibawa Seo Yeon.
“Kau tahu siapa dia?”
Ji Hoon bilang wanita di foto adalah ibunya Seo Yeon.
Detektif tanya lagi apa hubungan Ji Hoon dan Seo Yeon.
Ji Hoon bilang dia ayahnya.
Sontaklah kedua detektif kaget mendengarnya.
Ji Hoon kembali memeriksa keadaan Seo Yeon.
Di belakang mereka, Reporter Kim senang mendapat berita bagus.
Seo Yeon sudah terlelap di gendongan Ji Hoon. Tapi tanpa Ji Hoon sadari, saat dia baru keluar dari kantor polisi, ada reporter yang diam-diam memotretnya.
Besoknya, berita soal Ji Hoon yang memiliki seorang putri langsung masuk berita JBC.
Da Jung yang sudah berada di seberang kantornya, melihat orang-orang membicarakan Ji Hoon.
Di sebuah rumah mewah, ibu Seo Yeon terkejut menonton berita itu.
Suaminya datang.
“Dia punya anak?” tanya suaminya.
Ibunya Seo Yeon yang tak mau suaminya tahu soal Seo Yeon, langsung menyuruh suaminya berangkat.
Setelah suaminya pergi, ibu Seo Yeon kembali menonton berita itu. Di berita disebutkan bahwa masyarakat ingin tahu siapa ibu Seo Yeon.
Ibu Seo Yeon cemas.
Di kantor, Da Jung mendengar semua rekannya membicarakan Ji Hoon.
Da Jung yang cemas, mengirimi Ji Hoon pesan. Da Jung nanyain keadaan Ji Hoon. Dia juga bilang, kalau dia hanya khawatir pada Ji Hoon dan putri Ji Hoon.
Ae Rin di kantornya, gak bisa konsen kerja gara-gara ngeliat sandal dari Woo Young yang masih dipakainya.
Ae Rin langsung ingat pas Woo Young ngasih sandal itu ke dia.
Dia juga ingat pas Woo Young nolong dia yang hampir jatuh.
Terakhir dia ingat pas sepayung berdua sama Woo Young.
Ae Rin berusaha keras supaya gak baper.
Ae Rin yang udah gak tahan lagi, akhirnya menelpon Da Jung. Dia nunggu Da Jung menjawab panggilannya sambil merhatiin kakinya yang pakai sandal dari Woo Young.
Begitu Da Jung menjawab, dia langsung berdiri.
Ae Rin : Da Jung-ah, bisakah kita bertemu sepulang kau kerja?
Il Kwon mulai lagi merayu Bu Ok. Dia menawarkan dirinya mengantar Bu Ok pulang. Tapi Bu Ok menolak. Bu Ok bilang dia lebih suka jalan kaki.
Bu Ok pergi.
Il Kwon kesal ditolak lagi.
Il Kwon : Dia pasti berpikir dia seorang ratu.
Bu Ok yang mau pulang, bertemu Deok Jin. Bu Ok melihat bunga yang dibawa Deok Jin.
Bu Ok : Ada apa kau kemari?
Deok Jin : Aku perlu bicara denganmu. Mari kita bicarakan di mobilku.
Bu Ok melihat ada limosin di dekat gerbang.
Bu Ok : Jangan bilang itu mobilnya.
Deok Jin bilang bukan.
Bu Ok celingukan nyari tempat bicara.
Bu Ok : Mari kita bicara disana.
Bu Ok pergi duluan.
Deok Jin mengontak bodyguard nya yang menjaga limosin.
Deok Jin : Batalkan limosin itu!
Seketika, limosin pun pergi dibawa bodyguard Deok Jin.
Il Kwon datang dan melihat Bu Ok pergi sama Deok Jin.
Il Kwon : Ada apa dengan mereka?
Di lapangan, Deok Jin memberikan Bu Ok bunga yang dibawanya. Dia bilang, dia secara resmi mengajak Bu Ok berkencan.
Bu Ok langsung menjawab kalau dia juga menolak Deok Jin secara resmi.
Deok Jin tanya apa alasan Bu Ok menolaknya. Dia bilang dia akan menyerah jika Bu Ok memberinya jawaban yang masuk akal.
Deok Jin : Jika kau punya pacar…
Bu Ok langsung bilang dia punya pacar.
Deok Jin gak percaya.
Bu Ok kekeuh punya pacar. Deok Jin masih menuding Bu Ok bohong.
Bu Ok kesal. Kenapa? Aku seperti tidak bisa punya kekasih?
Deok Jin : Tidak.
Bu Ok pergi.
Setelah Bu Ok pergi, Il Kwon mendekati Deok Jin.
Il Kwon pun sengaja bilang ke Deok Jin kalau Bu Ok itu pacarnya.
Awalnya, Il Kwon menyebut Bu Ok dengan panggilan ‘Hye In ku’. Tentu saja, Deok Jin kaget.
Il Kwon pura-pura keceplosan padahal dia sengaja. Lalu dia bilang dia terpaksa mengatakannya karena menganggap Deok Jin teman.
Il Kwon : Aku mengencaninya. Dia tidak mau orang tahu kami berkencan karena kami kolega. Jangan beri tahu siapa pun. Ini hanya untuk telingamu.
Il Kwon pergi.
Da Jung menemui Ae Rin di kafe. Da Jung tanya, kenapa Ae Rin mau bertemu dengannya.
Ae Rin mulai curhat.
Ae Rin : Begini, aku tidak ingin kau salah paham.
Da Jung : Baiklah. Ada apa?
Ae Rin : Aku kenal seorang wanita berusia 30-an. Kau tahu, dia terus bilang dia merasa berbunga-bunga di depan siswa SMA. Dia tidak bisa berhenti memikirkannya. Dan jantungnya berdebar kencang.
Da Jung : Dasar gila.
Ae Rin : Tapi dia belum menikah.
Da Jung : Itu tidak penting sekarang. Dia suka anak di bawah umur. Astaga, itu sangat menjijikkan.
Ae Rin syok dengan jawaban Da Jung.
Ae Rin : Kau bilang “menjijikkan?”
Da Jung : Ya, benar. Bayangkan dia menyukai putraku.
Ponsel Da Jung bunyi. Telepon dari Ji Hoon. Da Jung langsung keluar untuk menjawab panggilan Ji Hoon.
Ae Rin mengantukkan kepalanya ke meja berkali-kali.
Diluar, Da Jung bicara dengan Ji Hoon. Ji Hoon bilang dia sudah membaca pesan Da Jung dan mengucapkan terima kasih.
Da Jung tanya apa Ji Hoon baik-baik saja.
Ji Hoon langsung ngajak Da Jung ketemuan.
Di kafe yang sama, Deok Jin lagi nangis.
Woo Young datang.
Deok Jin ngasih tahu Woo Young kalau pacarnya Bu Ok adalah Il Kwon.
Woo Young kaget, Choi Il Kwon?
Deok Jin : Apa yang harus kulakukan?
Woo Young : Hei, tidak apa-apa. Kau memang tidak punya kesempatan dengannya.
Mendengar jawaban Woo Young, Deok Jin sewot.
Deok Jin : Apa? Hong Dae Young! Teganya temanku sendiri berkata begitu!
Ae Rin mendengar nama Dae Young disebut-sebut.
Deok Jin masih nangis. Dia bilang harusnya yang jadi lebih muda itu dia bukan Dae Young.
Deok Jin : Kenapa kau beruntung seperti itu!
Woo Young : Kau pikir ini bagus untukku? Aku bahkan tidak bisa memberitahu Da Jung. Aku hanya bisa berada di dekatnya.
Deok Jin mengajak Woo Young minum.
Tiba-tiba, Ae Rin datang.
Ae Rin : Woo Young-ah, kau Hong Dae Young?
Woo Young dan Deok Jin kaget Ae Rin tiba-tiba muncul di depan mereka.
Ae Rin tak percaya. Dia pikir dia sudah mulai gila gara-gara baper sama Woo Young.
Woo Young keceplosan.
Woo Young : Ae Rin-ah, bukan begitu.
Ae Rin : Ae Rin-ah?
Woo Young pun panic. Dia mau jelasin, tapi sadar tidak ada gunanya.
Da Jung datang. Da Jung bilang ke Ae Rin kalau dia harus pergi.
Ae Rin bilang tunggu. Woo Young dan Deok Jin yang tak mau Ae Rin ngasih tahu Da Jung, langsung menyuruh Da Jung pergi.
Ae Rin makin curiga kalau Woo Young adalah Dae Young.
Da Jung pun mau pergi. Tapi ditahan Ae Rin.
Ae Rin bilang dia mau mengatakan sesuatu.
Woo Young tegang.
Bersambung…
Epilog :
Woo Young sedang memilih-milih sepatu wanita.
Seorang pelayan datang mendekati Woo Young.
“Kau datang untuk membeli hadiah?”
“Ya. Kau juga mengantar pesanan?”
“Tentu saja.”
“Aku mau sepatu ini ukuran 240 mm.”
Kita beralih ke adegan dimana Da Jung membaca kartu ucapan dari penggemar nomor satunya.
“Aku menjadi penggemar setelah melihat kepercayaan diri dan keberanianmu. Semoga hanya akan ada hal baik untukmu ke depannya. Dari penggemar nomor satumu.”
Da Jung pun mencoba sepatu yang diberikan dari penggemar nomor satunya. Da Jung pikir itu dari Ji Hoon padahal dari Woo Young alias Dae Young.
Tak hanya sepatu, Woo Young juga mengganti bola lampu di teras rumahnya yang hampir putus.
Saat Da Jung pulang di hari dia menerima hadiah sepatu, dia pun bingung dan bertanya-tanya siapa yang mengganti bola lampunya.
Da Jung masuk ke dalam dan melihat piring-piring sudah bersih. Dia bertanya-tanya siapa yang membersihkannya.
Da Jung juga menemukan kue dari Woo Young di atas meja.
Ternyata itu kue favorit Da Jung.
Saat Da Jung tengah menikmati kue favoritnya, ibunya keluar dari kamar.
Da Jung pun langsung memeluk ibunya.
“Ini hari yang berat kan?” tanya sang ibu.
“Terima kasih, ibu.”
Sosok Woo Young berubah menjadi Dae Young. Kita diperlihatkan seolah-seolah Dae Young ada disana, sedang melihat Da Jung yang dipeluk Nyonya Yeo.
Terdengar narasi Dae Young.
“Ada hal-hal yang ingin kau berikan meski itu mustahil. Jika dipikirkan, mereka tidak sehebat itu. Mereka sangat kecil dan tidak penting. Kau menganggap mereka tidak penting. Tapi hal-hal kecil ini membuatmu tersenyum. Akhirnya aku menyadarinya. Mustahil mengungkapkan perasaan tulusku karena sudah terlambat. Tapi aku akan baik-baik saja selama itu membuatmu tersenyum.”